Haji
Marjuki: Aktivis dan Penggagas Geger Cilegon
Riwayat
Hidup Haji Marjuki
Marjuki
adalah salah satu aktivis Geger Cilegon yang mukim di Mekah. Ia masih memiliki
hubungan keluarga dari Syekh Nawawi. Marjuki adalah salah satu murid Syekh
Nawawi, selain itu ia juga di bimbing oleh para ulama yang juga membimbing
Syekh Nawawi, seperti Ahmad Dahlan, Abdullah Zawawi, Hasab Allah, Ahmad Nahrawi
dan Abdul Hamid al-Daghestani. Sama seperti Kiai Banten lainnya yang menetap di
Mekah, ia juga mengajar para santri yang datang ke rumahnya di kampung Suq
al-Lail Mekah. Syekh Majuki adalah seorang pengajar yang mampu menjelaskan
persoalan-persoalan pelik dengan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti.
Meskipun ia tidak setekun Syekh Nawawi dalam hal membaca dan menulis kitab.
Syekh
Marjuki adalah pengikut tarekat qadariah, murid paling setia Abdul Karim.
Keanggotaanya di tarekat ini memungkinkannya berkunjung ke sejumlah daerah di
Indonesia dan bahkan di luar negeri. Ia pernah mengunjungi Bali, Deli, dan
Penang. Ia juga pernah tinggal lama di Siam. Ini yang membuat ia dapat
berbahasa Melayu lebih fasih dari orang Banten lainnya. Tidak mengherankan jika
Haji wasid dan Haji Tb. Ismail menganggapnya sebagai sekutu yang kuat dan
mereka memintanya untuk ikut dalam gerakan pemberontakan.
Kelebihan
Syekh Marjuki antara lain mudah bergaul sehingga ia memiliki jaringan
pertemanan yang sangat luas. Ia juga dikenal sebagai ulama yang senang
bepergian. Menurut Snouck Hurgronje, Haji Marjuki merupakan orang yang paling
sering pulang ke tanah air di antara para ulama di Mekah. Dalam tahun 1858 ia
untuk pertama kalinya pergi ke mekah. Menurut daftar-daftar jamaah haji, ia
kembali ke mekkah dalam tahun-tahun 1867,1871, 1876 dan 1888. Diketahui bahwa
Haji Marjuki tinggal di Banten, di desa asalnya Tanara, antara tahun 1874 dan
1876, dan dari bulan maret sampai juni 1888.
Pada
bulan Februari 1887 atas undangan sahabat karibnya Tb. Ismail, ia kembali ke
Banten, ketika tiba di Pelabuhan Batavia, ia di denda karena tidak memiliki
paspor sebesar dua puluh lima golden. Kemudian setelah beberapa minggu di
Batavia, ia kembali ke Tanara. Sambil mengajarkan amalan-amalan tarekat, ia
menjual tasbih, al-Qur’an, jimat dan benda-benda keagamaan lainnya dari Mekah.
Pucuk Pimpinan Geger
Cilegon 1888
Pada
bulan Maret 1887 Haji Marjuki yang sering pulang pergi Banten-Mekah tiba di
Tanar. Tidak lama kemudian ia mulai mengadakan kunjungan-kunjungan ke
daerah-daerah Banten, Tangerang, Batavia dan Bogor dan di tempat-tempat itu ia
mendakwakan gagasan tentang jihad. Propagandanya dengan cepat diterima umum,
karena ia bertindak atas perintah oleh Haji Abdul Karim. Tidak lama setelah
kunjungan-kunjungannya itu, nampak adanya semangat keagamaan yang meningkat.
Masjid-masjid dipenuhi oleh orang-orang yang melakukan ibadah, jamaah pada hari-hari
Jum’at meningkat dengan tajam. Ketaatan dan kesalehan diperlihatkan secara
menyolok, tidak hanya oleh kaum laki-laki, akan tetapi oleh kaum wanita dan
anak-anak.
Daya
tarik dan kharisma Haji Marjuki dalam melakukan dakwah dan merekrut pengikutnya
untuk ikut berperang melawan Belanda, dilaporkan bahwa saat melakukan dakwah di
Tanara, pejabat-pejabat distrik, atas permintaan para kiai, ikut menyerukan –
jika tidak memaksa – kepada rakyat agar menunaikan ibadah mereka di masjid dan
menghadiri upacara-upacara hataman.
Haji
Marjuki melanjutkan dakwahnya tentang jihad dengan mengunjungi para kiai
tarekat qadariah di Tangerang dan Batavia, termasuk Haji Kasiman dari
Tegalkunir dan Haji Camang dari Pakojan, karena mereka menaruh simpati dan
mereka menjajikan dukungan yang kuat serta siap mengirimkan murid-murid mereka
sebagai sukarelawan di Banten. Dalam mempropadandakan perang suci di luar
Banten, Haji Marjuki dibantu oleh Haji Wasid, yang juga berhasil meyakinkan
para kiai di daerah Jawa Barat. Bahkan pejabat-pejabat tertentu yang ada di
Banten seperti residen Banten cenderung menganggap Haji Marjuki sebagai orang
yang bertanggung jawaba sepenuhnya atas pemberontakan itu.
Kembali ke Mekah
Sebelum Pemberontakan Cilegon 1888
Karena
tidak setuju dengan hasil keputusan pucuk pimpinan pejuang Geger Cilegon, Haji
Wasid, Tb. Ismail dll yang menyetujui bahwa pemberontakan segera mungkin untuk
dimulai, Haji Wasid terlalu cepat memutuskan melakukan pemberontakan dan akan
menimbulkan korban jiwa yang sia-sia saja. Menurut Haji Marjuki, setiap
pemberontakan akan berhasil, harus diorganisasikan secara baik sehingga terjadi
serentak di seluruh Nusantara, selain itu kaum pemberontak harus memiliki uang
dan persenjataan yang cukup. Atas dasar pendapatnya itulah yang membuat Haji Marjuki
dan Haji Wasid berselisih paham ketika diputuskan untuk memulai pemberontakan
dalam pada bulan Juli 1888.
Alasan
lain mengapa ia kembali ke Mekah yang telah disampaikan kepada
sahabat-sahabtnya : ‘bahwa tangan kanannya yang berpuruh tidak memungkinkan
untuk ikut secara aktif dalam perjuangan, andaikata ia tetap di Banten, ia
pasti tidak akan berbuat apa-apa dan menghadapi resiko tindakan balasan dari
Haji Wasid.Kenyataan bahwa istri dan anak-anaknya ada disana merupakan alasan yang kuat
lainnya untuk meninggalkan Banten. Jika pemberontakan itu berhasil, ia akan
mengundang Syekh Abdul Karim dan Syekh Nawawi untuk datang ke Banten dan ikut
serta dalam perang sabil. Sebelum berangkat ia sempat memberkati pakaian putih
yang akan dikenakan oleh para pemberontak di masjid kediamannya di Tanara.
Menjadi Ulama dan Wafat
di Mekah
Keberangkatannya
yang mendadak sebelum pemberontakan meletus, kelihatannya tidak sesuai dengan fungsi
pemimpin utama. Haji marjuki kembali ke Mekah dan melanjutkan pekerjaannya
sebagai guru nahwu atau tata bahasa Arab. Karena ia terkenal sebagai orang yang
pandai, maka murid-murid yang mengikuti kuliah-kuliahnya sangat banyak. Ia
tidak pernah merahasiakan prinsip-prinsip politiknya kepada murid-murid yang
tinggal di Mekah.
Haji
Marjuki kemudian tinggal dan menetap di Mekah, ia dikenal sebagai seorang yang
pandai dan kepribadian yang mudah bergaul, sehingga Haji Marzuki sangat mudah
mengundang muridnya untuk belajar di Majlis pengajaran ilmu di rumahnya.
Tidak
ada informasi pasti mengenai kapan tanggal meninggalnya Haji Marjuki. Ulama
yang satu ini setelah perselisihannya dengan Haji Wasid tidak kembali lagi ke
kampung kelahirannya di Tanara, kemungkinan Haji Marjuki wafat di Mekah dan
dimakamkan di sana.