Minggu, 17 Desember 2017

Wakhia 1850



Pemberontakan Ki. Wakhia di Gudang Batu
Oleh
AMI Nazzam

Riwayat Hidup Ki. Wakhia
Ki Yahya adalah salah satu ulama karismatik yang berasal dari kampung Gudang Batu yang berada di desa Waringin Kurung, penduduk Gudang Batu sering memanggilnya dengan nama Ki Wakhia. Dia terlahir dari keluarga yang cukup terpandang di tempat kelahirannya. Yahya atau Ki Wakhia lahir di kampung Gudang Batu, di desa Waringin kurung, namun tanggal dan tahun kelahirannya belum diketahui sampai saat ini.
Ki Wakhia dikenal memiliki pengaruh besar di kalangan penduduk, karena selain memiliki ilmu agama yang cukup tinggi, dia juga di pandang sebagai ulama yang kaya dan terpandang di Gudang Batu. Ki Wakhia memiliki kepribadian yang sederhana dan tegas dalam melawan kebajikan, sehingga ia dihormati dan disegani oleh kalangan penduduk Gudang Batu.
Ki Wakhia menikahi wanita yang berasal dari kampung kelahirannya, namun nama istri Ki Wakhia tidak diketahui namanya hingga saat ini, dari pernikahannya itu Ki Wakhia dikaruniai 3 orang putra dan 2 orang putri. Berikut ini adalah nama-nama anak Ki Wakhia :
1.      Madinah                (Tinggal dan menetap di Lampung)
2.      Afar                       (Tinggal dan menetap di Lampung)
3.      Nyi Aminah          (Tinggal dan Menetap di Banten)
4.      Nyi Raina             (Tinggal dan Menetap di Banten)
5.      Satu orang putra yang tidak diketahui namanya (Tinggal dan menetap di Mesir)
Sebagai ulama yang cukup disegani di Gudang Batu, Ki. Wakhia juga sering memperhatikan keadaan masyarakatnya yang sangat memprihatikan, tidak jarang ia menyaksikan sendiri bagaimana masyarakat yang ditindas dan diperlakukan secara tidak adil oleh pemerintah kolonial Belanda. Hal itulah yang membuat Ki. Wakhia sangat benci kepada penjajah Belanda[1].
Ki Wakhia dengan sifat keberanian dan ketegasannya menjadi salah satu orang yang berpengaruh dalam melancarkan kerusuhan yang terjadi di Gudang Batu, berupa pemberontakan terhadap pemerintahan kolonial Belanda, sehingga terjadi pemberontakan pada tahun 1850 oleh penduduk Gudang Batu. Hingga akhirnya Ki. Wakhia tertangkap oleh kolonial Belanda pada 1856 dan dihukum mati, setelah sekian lama menjadi buron pasukan kolonial Belanda.
Pergolakan Sosial dan Pemberontakan Pertama di Gudang Batu
Kekuasaan kolonial Belanda dalam sistem pemerintahan telah membuat keresahan pada masyarakat Cilegon khususnya di Gudang Batu. Penindasan yang terus-menerus dilakukan oleh pemerintah Belanda membuat penduduk Gudang Batu semakin membenci Belanda. Kebijakan membayar pajak tanah serta pajak kekayaan kepada pemerintah penjajah, semakin menambah beban penderitaan penduduk, karena bagi penduduk yang tidak membayar pajak akan dikenakan hukuman sebagai penggantinya,
Selain peraturan pajak yang ditetapkan oleh pemerintah Belanda, ada pula tuan-tuan tanah Belanda yang bermunculan menguasai rakyat. Bagi penduduk yang tinggal dan bertani kepada tuan tanah, harus membayar pajak kepada tuan tanah sedangkan penduduk yang melalaikan kewajiban membayar pajak kepada tuan tanah akan merasakan kekejaman yang dilakukan oleh tuan tanah yang menganggapnya sebagai budak.
Kebijakan pajak, sistem politik yang memburuk yang dilakukan oleh pemerintah Belanda telah menimbulkan keresahan dan ketidakpuasan di kalangan penduduk membuat pergolakan-pergolakan sosial di kalangan masyarakat Gudang Batu. Hal ini yang mendominasi terjadinya gerakan-gerakan sosial yang timbul di masyarakat Gudang Batu. Penduduk yang sangat membenci pemerintah Belanda sering melakukan perlawanan dan pemberontakan. Setiap pergerakan rakyat Banten yang menentang pemerintahan Belanda, penduduk Gudang Batu akan ikut membantu melawan kolonial Belanda.
Untuk menghadapi setiap pergolakan yang terjadi di Gudang Batu. Pihak pemerintah kolonial Belanda selalu bersikap hati-hati dalam melakukan tindakan terhadap penduduk yang dicurigai telah berbuat kekacauan.
Perlawanan penduduk Gudang Batu pertama terjadi sekitar tahun 1840 di bawah pimpinan  Ki Wakhiah salah satu ulama yang disegani di Gudang Batu, rakyat Gudang Batu telah meluapkan rasa bencinya kepada penjajah Belanda, mereka melakukan perlawanan dan membunuh 15 orang staff administrasi distrik.
 Pemerintah kolonial Belanda di Serang yang mendapat laporan dari bawahannya tentang peristiwa perlawanan rakyat Gudang Batu seperti mendapat tamparan yang sangat memalukan, kejadian itu dianggap sebagai pemberontakan kepada pemerintah. Pasukan kolonial Belanda membuat strategi untuk memadamkan perlawanan penduduk Gudang Batu dan menangkap para pemimpin perlawanan penduduk.
Pemberontakan rakyat Gudang Batu mendapatkan perlawanan dari pasukan kolonial Belanda, strategi yang dibuat oleh pasukan Belanda berhasil membuat rakyat Gudang Batu mundur dan akhirnya pasukan Belanda berhasil menundukan perlawanan rakyat Gudang Batu, para pemimpin perlawanan rakyat berhasil melarikan diri dari kejaran pasukan kolonial Belanda dan Ki Wakhia melarikan diri dan bersembunyi ke Lampung.
Pemberontakan Kedua Wakhia 1850 di Gudang Batu
Setelah kegagalan yang dialami pasukan Gudang Batu dan menjadi buron pasukan kolonial Belanda,  Ki Wakhia kemudian pergi ke Mekah untuk naik haji. Tahun 1847 ia kembali sebagai seorang haji di desanya. Kembalinya Ki Wakhia di sambut dengan suka cita oleh seluruh keluarga dan pengikutnya. Berita tentang kedatangan ulama yang sangat berpengaruh itu dengan cepat tersebar dikalangan pemimpin-pemimpin perlawanan rakyat seperti Tubagus Iskak, Mas Diad, Nasid dan Penghulu Dempol.
Pihak pemerintah Kolonial Belanda telah mendengar tentang kembalinya Ki Wakhiah ke Gudang Batu. Namun pihak Belanda bersikap hati-hati dalam menghadapinya, karena penduduk Gudang Batu masih bermusuhan dan sangat membenci pemerintah. Pihak Belanda tidak melakukan tindakan apa‑apa terhadap Ki Wakhia, selama ulama besar itu tidak melakukan perbuatan yang dinilai membahayakan kekuasaan pemerintah kolonial Belanda.
Kembali Ki Wakhia tidak mau membayar pajak dan tidak mendaftar kepada pemerintah kolonial Belanda, maka ia dipanggil untuk menghadap residen, akan tetapi sia-sia karena Ki Wakhia tidak kunjung datang untuk menemui panggilan residen. Karena pemerintah mengkhawatirkan akibat-akibat yang tidak menyenangkan, maka tidak dilakukan penangkapan atas dirinya.
Ketiadaan sikap yang tegas di pihak pemerintah terhadap Haji Wakiah dan penduduk Gudang Batu telah memperkuat rasa bangga mereka dan kesediaan mereka untuk mengikuti setiap pemimpin. Penduduk Gudang Batu yang terkenal suka memberontak sejak zaman dahulu dan membuat mereka menjadi tulang punggung pemberontakan. Tubagus Iskak kemudian mengajak Haji Wakhia ikut dalam rencana pemberontakan mereka yang kedua di Gudang Batu. Seruan Haji Wakhia rupanya telah disambut dengan semangat yang menyala-nyala dan penduduk Gudang Batu berjanji untuk ikut dalam pemberontakan dan berjuang melawan pemerintahan kolonial Belanda terang-terangan.
Tempat pemusatan lainnya adalah Pulau Merak dan sekitarnya, dimana akan ditempatkan orang-orang Lampung di bawah pimpinan Mas Said untuk tujuan itu diperlakukan loyalitas pemuka-pemuka setempat dan dukungan materi oleh Tubagus Iskak, Mas Derik, dan Nasid. Sementara Haji Wakhia dan Penghulu Dempol memipin penduduk Gudang Batu dan Sekitarnya.
Selama berkorbarnya pemberontakan dalam beberapa minggu pertama pejabat-pejabat pemerintah tidak dapat mengetahui apa yang menyebabkan kerusuhan-kerusuhan kembali terjadi. Pemerintah tidak dapat mengambil tindakan tegas selama pengomplot-pengomplot utamanya belum diketahui. Situasinya menjadi gawat ketika berlangsung selama tiga minggu pemerintah belum berhasil menangkap seorangpun dari para pemimpin pemberontakan.
Berbeda dengan pemberontakan yang dilakukan penduduk Gudang Batu sebelumnya, gerombolan-gerombolan sekarang lebih melakukan sistem berpencar. Gerombolan yang dipimpin oleh Mas Derik dan Nasik berada di pegunungan sebelah timur Pulau Merak, sebuah gerombolan lainnya di bawah pimpinan Mas Diad dan Tubagus Iskak beroperasi di distrik Banten, sementara Haji Wakhia dan Penghulu Dempol dan anak buahnya beroperasi di daerah barat bukit-bukit Simari Kangen.
Selama kurang lebih tiga bulan gerombolan-gerombolan maju mundur, diselingi serangan terhadap desa-desa atau kota-kota kecil, seperti Tanjuk dan Anyer. Semakin lama mereka semakin terpaksa mengambil posisi bertahan. Pertempuran di Tegalpapak pada 3 Mei 1850 merupakan pukulan yang hebat bagi kaum pemberontak, satu demi satu pemimpin-pemimpin mereka ditawan, akan tetapi dua orang diantara mereka, Tubagus Iskak dan Haji Wakhia berhasil lolos dan bersembunyi di Lampung. Disana Haji Wakhia ikut dalam pemberontakan yang dilancarkan oleh Singabranta, Haji Wakhia akhirnya jatuh ke tangan pasukan pemerintah pada tahun 1856 dan dihukum, ia meninggalkan seorang istri dan beberapa orang anak. Setelah penangkapan Haji Wakhia tidak adanya kegiatan apa-apa di pihak pemberontak, karena penduduk Gudang Batu sudah kehilangan bimbingan.


Sumber :
Kartodirdjo, Sartono. Pemberontakan Petani Banten 1888, hlm. 177
Arsip Belanda


[1] Sartono Kartodirdjo. Pemberontakan Petani Banten 1888, hlm. 177

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Penggagasan Gerakan Rakyat Cilegon 1888

Haji Marjuki : Aktivis dan Penggagas Geger Cilegon Riwayat Hidup Haji Marjuki Marjuki adalah salah satu aktivis Geger Cilegon y...