Pemberontakan
Ki. Wakhia di Gudang Batu
Oleh
Riwayat Hidup Ki. Wakhia
Ki Yahya adalah salah satu ulama
karismatik yang berasal dari kampung Gudang Batu yang berada di desa Waringin
Kurung, penduduk Gudang Batu sering memanggilnya dengan nama Ki Wakhia. Dia terlahir
dari keluarga yang cukup terpandang di tempat kelahirannya. Yahya atau Ki
Wakhia lahir di kampung Gudang Batu, di desa Waringin kurung, namun tanggal dan
tahun kelahirannya belum diketahui sampai saat ini.
Ki Wakhia dikenal memiliki pengaruh
besar di kalangan penduduk, karena selain memiliki ilmu agama yang cukup
tinggi, dia juga di pandang sebagai ulama yang kaya dan terpandang di Gudang
Batu. Ki Wakhia memiliki kepribadian yang sederhana dan tegas dalam melawan
kebajikan, sehingga ia dihormati dan disegani oleh kalangan penduduk Gudang
Batu.
Ki Wakhia menikahi wanita yang berasal
dari kampung kelahirannya, namun nama istri Ki Wakhia tidak diketahui namanya
hingga saat ini, dari pernikahannya itu Ki Wakhia dikaruniai 3 orang putra dan
2 orang putri. Berikut ini adalah nama-nama anak Ki Wakhia :
1.
Madinah (Tinggal dan menetap di Lampung)
2.
Afar (Tinggal dan menetap di
Lampung)
3.
Nyi
Aminah (Tinggal dan Menetap di
Banten)
4.
Nyi
Raina (Tinggal
dan Menetap di Banten)
5.
Satu
orang putra yang tidak diketahui namanya (Tinggal dan menetap di Mesir)
Sebagai ulama yang cukup disegani di
Gudang Batu, Ki. Wakhia juga sering memperhatikan keadaan masyarakatnya yang
sangat memprihatikan, tidak jarang ia menyaksikan sendiri bagaimana masyarakat
yang ditindas dan diperlakukan secara tidak adil oleh pemerintah kolonial
Belanda. Hal itulah yang membuat Ki. Wakhia sangat benci kepada penjajah
Belanda[1].
Ki Wakhia dengan sifat keberanian dan
ketegasannya menjadi salah satu orang yang berpengaruh dalam melancarkan kerusuhan
yang terjadi di Gudang Batu, berupa pemberontakan terhadap pemerintahan kolonial
Belanda, sehingga terjadi pemberontakan pada tahun 1850 oleh penduduk Gudang Batu.
Hingga akhirnya Ki. Wakhia tertangkap oleh kolonial Belanda pada 1856 dan
dihukum mati, setelah sekian lama menjadi buron pasukan kolonial Belanda.
Pergolakan Sosial dan Pemberontakan Pertama di Gudang Batu
Kekuasaan kolonial Belanda dalam sistem
pemerintahan telah membuat keresahan pada masyarakat Cilegon khususnya di
Gudang Batu. Penindasan yang terus-menerus dilakukan oleh pemerintah Belanda
membuat penduduk Gudang Batu semakin membenci Belanda. Kebijakan membayar pajak
tanah serta pajak kekayaan kepada pemerintah penjajah, semakin menambah beban
penderitaan penduduk, karena bagi penduduk yang tidak membayar pajak akan
dikenakan hukuman sebagai penggantinya,
Selain peraturan pajak yang ditetapkan
oleh pemerintah Belanda, ada pula tuan-tuan tanah Belanda yang bermunculan menguasai
rakyat. Bagi penduduk yang tinggal dan bertani kepada tuan tanah, harus
membayar pajak kepada tuan tanah sedangkan penduduk yang melalaikan kewajiban
membayar pajak kepada tuan tanah akan merasakan kekejaman yang dilakukan oleh
tuan tanah yang menganggapnya sebagai budak.
Kebijakan pajak, sistem politik yang
memburuk yang dilakukan oleh pemerintah Belanda telah menimbulkan keresahan dan
ketidakpuasan di kalangan penduduk membuat pergolakan-pergolakan sosial di
kalangan masyarakat Gudang Batu. Hal ini yang mendominasi terjadinya gerakan-gerakan
sosial yang timbul di masyarakat Gudang Batu. Penduduk yang sangat membenci
pemerintah Belanda sering melakukan perlawanan dan pemberontakan. Setiap
pergerakan rakyat Banten yang menentang pemerintahan Belanda, penduduk Gudang
Batu akan ikut membantu melawan kolonial Belanda.
Untuk menghadapi setiap pergolakan yang
terjadi di Gudang Batu. Pihak pemerintah kolonial Belanda selalu bersikap
hati-hati dalam melakukan tindakan terhadap penduduk yang dicurigai telah
berbuat kekacauan.
Perlawanan penduduk Gudang Batu pertama
terjadi sekitar tahun 1840 di bawah pimpinan Ki Wakhiah salah satu ulama yang disegani di
Gudang Batu, rakyat Gudang Batu telah meluapkan rasa bencinya kepada penjajah
Belanda, mereka melakukan perlawanan dan membunuh 15 orang staff administrasi
distrik.
Pemerintah kolonial Belanda di Serang yang mendapat
laporan dari bawahannya tentang peristiwa perlawanan rakyat Gudang Batu seperti
mendapat tamparan yang sangat memalukan, kejadian itu dianggap sebagai
pemberontakan kepada pemerintah. Pasukan kolonial Belanda membuat strategi
untuk memadamkan perlawanan penduduk Gudang Batu dan menangkap para pemimpin
perlawanan penduduk.
Pemberontakan rakyat Gudang Batu mendapatkan
perlawanan dari pasukan kolonial Belanda, strategi yang dibuat oleh pasukan
Belanda berhasil membuat rakyat Gudang Batu mundur dan akhirnya pasukan Belanda
berhasil menundukan perlawanan rakyat Gudang Batu, para pemimpin perlawanan
rakyat berhasil melarikan diri dari kejaran pasukan kolonial Belanda dan Ki
Wakhia melarikan diri dan bersembunyi ke Lampung.
Pemberontakan Kedua Wakhia 1850 di Gudang Batu
Setelah kegagalan yang dialami pasukan Gudang Batu dan
menjadi buron pasukan kolonial Belanda,
Ki Wakhia kemudian pergi ke Mekah untuk naik haji. Tahun 1847 ia kembali
sebagai seorang haji di desanya. Kembalinya Ki Wakhia di sambut dengan suka
cita oleh seluruh keluarga dan pengikutnya. Berita tentang kedatangan ulama
yang sangat berpengaruh itu dengan cepat tersebar dikalangan pemimpin-pemimpin
perlawanan rakyat seperti Tubagus Iskak, Mas Diad, Nasid dan Penghulu Dempol.
Pihak pemerintah Kolonial Belanda telah
mendengar tentang kembalinya Ki Wakhiah ke Gudang Batu. Namun pihak Belanda
bersikap hati-hati dalam menghadapinya, karena penduduk Gudang Batu masih
bermusuhan dan sangat membenci pemerintah. Pihak Belanda tidak melakukan tindakan apa‑apa terhadap Ki Wakhia, selama
ulama besar itu tidak melakukan perbuatan yang dinilai membahayakan kekuasaan
pemerintah kolonial Belanda.
Kembali Ki Wakhia tidak mau membayar pajak dan tidak
mendaftar kepada pemerintah kolonial Belanda, maka ia dipanggil untuk menghadap
residen, akan tetapi sia-sia karena Ki Wakhia tidak kunjung datang untuk
menemui panggilan residen. Karena pemerintah mengkhawatirkan akibat-akibat yang
tidak menyenangkan, maka tidak dilakukan penangkapan atas dirinya.
Ketiadaan sikap yang tegas di pihak pemerintah
terhadap Haji Wakiah dan penduduk Gudang Batu telah memperkuat rasa bangga
mereka dan kesediaan mereka untuk mengikuti setiap pemimpin. Penduduk Gudang
Batu yang terkenal suka memberontak sejak zaman dahulu dan membuat mereka
menjadi tulang punggung pemberontakan. Tubagus Iskak kemudian mengajak Haji
Wakhia ikut dalam rencana pemberontakan mereka yang kedua di Gudang Batu.
Seruan Haji Wakhia rupanya telah disambut dengan semangat yang menyala-nyala
dan penduduk Gudang Batu berjanji untuk ikut dalam pemberontakan dan berjuang
melawan pemerintahan kolonial Belanda terang-terangan.
Tempat pemusatan lainnya adalah Pulau Merak dan
sekitarnya, dimana akan ditempatkan orang-orang Lampung di bawah pimpinan Mas
Said untuk tujuan itu diperlakukan loyalitas pemuka-pemuka setempat dan
dukungan materi oleh Tubagus Iskak, Mas Derik, dan Nasid. Sementara Haji Wakhia
dan Penghulu Dempol memipin penduduk Gudang Batu dan Sekitarnya.
Selama berkorbarnya pemberontakan dalam beberapa
minggu pertama pejabat-pejabat pemerintah tidak dapat mengetahui apa yang
menyebabkan kerusuhan-kerusuhan kembali terjadi. Pemerintah tidak dapat
mengambil tindakan tegas selama pengomplot-pengomplot utamanya belum diketahui.
Situasinya menjadi gawat ketika berlangsung selama tiga minggu pemerintah belum
berhasil menangkap seorangpun dari para pemimpin pemberontakan.
Berbeda dengan pemberontakan yang dilakukan penduduk
Gudang Batu sebelumnya, gerombolan-gerombolan sekarang lebih melakukan sistem
berpencar. Gerombolan yang dipimpin oleh Mas Derik dan Nasik berada di
pegunungan sebelah timur Pulau Merak, sebuah gerombolan lainnya di bawah
pimpinan Mas Diad dan Tubagus Iskak beroperasi di distrik Banten, sementara
Haji Wakhia dan Penghulu Dempol dan anak buahnya beroperasi di daerah barat
bukit-bukit Simari Kangen.
Selama kurang lebih tiga bulan gerombolan-gerombolan
maju mundur, diselingi serangan terhadap desa-desa atau kota-kota kecil,
seperti Tanjuk dan Anyer. Semakin lama mereka semakin terpaksa mengambil posisi
bertahan. Pertempuran di Tegalpapak pada 3 Mei 1850 merupakan pukulan yang
hebat bagi kaum pemberontak, satu demi satu pemimpin-pemimpin mereka ditawan,
akan tetapi dua orang diantara mereka, Tubagus Iskak dan Haji Wakhia berhasil
lolos dan bersembunyi di Lampung. Disana Haji Wakhia ikut dalam pemberontakan
yang dilancarkan oleh Singabranta, Haji Wakhia akhirnya jatuh ke tangan pasukan
pemerintah pada tahun 1856 dan dihukum, ia meninggalkan seorang istri dan
beberapa orang anak. Setelah penangkapan Haji Wakhia tidak adanya kegiatan
apa-apa di pihak pemberontak, karena penduduk Gudang Batu sudah kehilangan
bimbingan.
Sumber :
Kartodirdjo, Sartono. Pemberontakan
Petani Banten 1888, hlm. 177
Arsip Belanda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar