Sabtu, 24 Maret 2018

Kau Bukan Kekasihku



Kau Bukan Kekasihku Lagi

Terdiam dalam sentuhan malam
Terjebak pada situasi yang tak tenang
Jiwaku telah hilang akan semua tingkahmu
Cintaku seolah telah kembali kepada yang sang Empunya
Rasa yang tak bisa untuk aku bohongi
Terselimuti oleh hati yang terbohongi
            Dirimu yang aku kagumi
            Seolah menjadi sosok yang menakutkan
            Membawa sebilah pisau yang menghujam jiwaku
            Sebuah situasi yang sulit untuk aku lari
            Tersihir oleh permainan topengmu
Kau..kau bukan kasihku lagi
Kau sudah samar dalam hatiku
Mataku tak bisa lagi melihat keanggunanmu
Jiwa ini lemah dengan permainanmu
Tubuhku tak bisa lagi untuk merasakan dirimu
Hilang cepat, menghilang dan terbang jauh dalam nalarku
Kataku telah tumpul dibuatmu
Senyumku tak lagi jadi penenang dirimu
Maafkan aku, jiwaku harus pergi dari genggamanmu
Menelan semua penderitaan yang telah kau masukan dalam tubuhku
Yang secara perlahan akan mematikan ku.
Kasihh.. Kau Bukanlah Kekasihku lagi

Selasa, 06 Maret 2018

Salam Cinta Dari Sang Penggugat Jiwa



Salam Cinta dari Sang Penggugat Jiwa

Malam ini aku termenung dipojok pintu dengan cahaya rembulan yang sendu, termenung diriku dalam perasaan yang tak menentu, malam pun tak seperti biasanya bintang seolah malas untuk menunjukan sinarnya malam ini. mataku terperangai oleh gelapnya malam itu, pikiranku melayang entah kemana, terbang jauh menembus dimensi lain. “ada apa dengan diriku saat ini, aku seolah kehilangan cahaya yang selalu membuatku kuat akan menjalani hidupku” bisikku dalam hati yang tak lagi menentu mengikat dalam diri.
Dalam diriku saat ini sulit untuk merasakan cinta yang telah diberikan oleh Tuhan, entah yang hanya bisa terdengar malam ini suara binatang malam dengan nyanyian khasnya mengisi kekosongan hati yang telah pergi melayang menembus awan. Aku rasa hati ini makin lama seolah makin tak tentram dan tak terkendali. Sebuah pena dan kertas menjadi pelampiasan kekesalanku pada hati yang seolah telah hilang dari cinta Tuhannya.

Wahai diriku
Sadarlah engkau dari mimpimu
Tahukah engkau kemana kita harus melangkah..
Jalan ini terasa jauh
Dan hanya kebingungan yang kita temui
Seperti jalan yang kita tempuh Itu buntu
Kemana kah cahaya hatiku…
Cahaya yang dulu selalu menunjukan arah Jalan kita..
Ternyata sedikit demi sedikit
Telah hilang dan memudar..
Entah kemana aku harus menemukan
CahayaMu itu kembali kepada hati ini..

Ku tuliskan semua keresahan yang melanda, pena pun mulai berjalan diatas kertas seolah tahu apa yang hendak aku tulis, tanganpun seolah lirih mengikuti arah pena itu. Aku tak tahu kepada siapa  seharusnya aku menyampaikan semua kegundahan ini. Satu pesan Wa masuk dari teman satu organisasiku, dan aku lihat ternyata sudah larut malam. “Astagfirullaah, waktu ternyata sudah pukul 00.00 WIB, ternyata aku belum melaksanakan sholat Isa” bisikku dalam hati dan langsung bergegas mengambil wudhu.
Dalam sholat, diriku berharap ada cahaya dalam hati yang bisa menyejukan dan menentramkan diri ini, tak henti-hentinya aku berdoa dan bermunajat kepada sang pemilik jiwa. Kegundahan hati serasa telah membutakan mata dan hati, tubuh ini seolah menolak untuk beranjak dari tempat sholat. Tak terasa airmataku perlahan jatuh dan membasahi tubuh. Aku serahkan semua jiwa dan ragaku kembali pada sang pencipta, seorang hamba yang dzalim ini sekarang mencari dan meminta belaskasihan dari-Mu. Diri ini bagaikan seorang pengemis yang bagaikan seorang Raja yang sombong, angkuh dan lupa diri ketika berada diatas nikmat-Nya dan kembali menjadi seorang pengemis yang penuh dengan penderitaan hidup yang merngharapkan  dan memaksa-Nya untuk memberikan sentuhan cinta dan belaskasihan dari-Nya.
 “Oh hati, sadarkah kamu telah menjadi aktor profesional yang bisa menjadi beribu-ribu karakter di panggung sandiwara kapanpun dan dimanapun yang kamu sukai” bisikku dalam sebercik doa dan airmata. Setelah menyelesaikan urusanku kepada Tuhan, aku pun mulai merebahkan tubuhku yang seakan tak mau lagi diajak diskusi. Aku pun mulai memanjatkan doa tidur, berharap  Tuhan mau menjawab semua kegelisahan ini.
Entah mengapa langit menjadi gelap dan berwarna merah pekat, apa yang sedang terjadi, dua teman ku berada dalam bayang-bayang langit yang seolah-olah sedang murka kepada penduduk bumi. Mataku terpanah dengan sesosok makhluk yang membuat getir tubuh dan lidahku keluh. Tubuhnya tinggi menjulang ke langit, wajahnya tak bisa ku lihat dengan jelas, tubuhnya tertutup jubah hitam yang membuat tubuh ini bergetar hebat melihat makhluk itu. Tanpa disadari makhluk itu menghampiriku dan tubuhku seakan sulit untuk bergerak, aku hanya bisa menangis dan meminta tolong kepada 2 orang temanku yang sedang berdiri di sebrang jalan rumahku. “awas Hanaf, itu adalah malaikat Izroil yang akan mencabut nyawamu” terdengar suara temanku yang berdiri di sebrang jalan yang membuatku makin mati rasa dan hanya mampu menangis dan pasrah. Aku mencoba untuk lari hanya kegelapan yang aku temui dan aku tersungkur ke tanah, “jangan...jangan ambil nyawaku, berikan aku kesempatan untuk hidup kembali” ujarku kepada makhluk itu. Makhluk itu tidak menyentuh ku, dia hanya berdiri tepat di belakangku, seolah menyampaikan salam peringatan kepada diriku. “awas Hanaf, malaikat itu menunggumu di belakang tubuhmu” suara temanku terdengar lagi, namun mataku tak mampu memalingkan ke arah datangnya suara itu.
“Allah....” aku pun terbangun dari tidurku, dengan airmata yang jatuh di pipiku. Hati seakan berhenti, lidahku tak bisa berbicara satu kalimat pun dan tubuhku seakan lemah tak berdaya untuk beberapa saat mendapatkan salam cinta dari makhluk yang baru pertama kali aku lihat. “alhamdulillah..ternyata hanya mimpi” bisikku dalam hati.
Aku langsung menatap kearah jam dinding yang ternyata menunjukkan pukul 03.00 WIB, dengan kondisi yang belum sepenuhnya akupun bergegas untuk mengambil wudhu untuk melaksanakan sholat tahajud agar keadaan ku menjadi lebih tenang dan tentram dengan apa yang baru saja aku alami. Dalam sholatku terbayang kembali bagaimana mimpi itu terjadi secara nyata, sulit sekali rasanya untuk melakukan sholat secara khusu sedangkan hati masih dihantui bayangan mimpi yang seakan menari-neri dalam sholat.
Malam yang sunyi hanya di hiasi sebilah lampu sebagai penerangan, akupun tersungkur dalam sajadah, menangis tersedu-sedu, meminta agar Tuhan mau memaafkan dosa-dosaku dan berharap Tuhan mau memberikan sedikit saja cinta-Nya kembali untukku. Seluruh tubuhku bak kapal yang terhantam batu karang dan terhempas badai ombak, terombang-ambing seakan kapal itu akan hancur dan tenggelam di dasar lautan.
Mimpi itu seakan mengingatkanku kembali bahwa kematian akan datang secara tiba-tiba dan tanpa basa-basi. Entah ada pertanda apakah yang akan terjadi pada diriku di kemudian hari, aku tak bisa menafsirkannya. Salam cinta itu sekan telah meruntuhkan semangat petarungku, aku seperti pujangga yang kehilangan cintaku untuk terus melangkah dan membuat syair-syair indah yang bisa menaklukan semua wanita. salam cinta yang biasanya selalu indah kali ini berubah menjadi air mata, ketakutan yang dahsyat. Bukan mawar merah yang aku terima melainkan mawar hitam yang aku terima dari sang penggugat jiwa.


***


Penggagasan Gerakan Rakyat Cilegon 1888

Haji Marjuki : Aktivis dan Penggagas Geger Cilegon Riwayat Hidup Haji Marjuki Marjuki adalah salah satu aktivis Geger Cilegon y...