WATU
GIGILANG: TEMPAT PENOBATAN SULTAN BANTEN
AMI NAZZAM
Watu
Gigilang adalah sebuah batu andesit yang berbentuk persegi panjang yang
terletak tidak jauh dari Keraton Surosowan kawasan Banten Lama Kecamatan
Kasemen Kota Serang. Batu ini dijadikan tempat penobatan sultan Banten pada
abad ke-16. Batu ini dibawa dari kerajaan Padjajaran yang saat itu telah kalah
oleh pasukan Demak dan Cirebon.
Sunan
Gunung Jati memerintahkan Watu Gigilang untuk diletakan di area keraton
Surosowan yang saat itu menjadi pusat pemerintahan kesultanan Banten. Watu
Gigilang digunakan ketika akan ada pengangkatan atau penobatam sultan Banten.
Menurut Babat Banten, Watu Gigilang sudah ada di kawasan Banten Lama dan
menjadi tempat bertapa Batara Guru Jampang yang sudah lama bertapa sampai kepalanya
ada sarang burung. Sehingga Sultan Gunung Jati memerintahkan kepada Maulana
Hasanuddin, bahwa Watu Gigilang tidak boleh dipindahkan atau digeser, karena
jika hal itu terjadi maka kesultanan Banten akan hancur, sehingga hingga sampai
saat ini Batu Gigilang tidak pernah bergeser.
Dalam
catatan sejarah lain, bahwa Watu Gigilang dibawa ke Keraton Surosowan, ketika
Maulana Yusuf berhasil menghancurkan kerajaan Padjajaran pada tahun 1579,
karena pada saat itu Maulana Yusuf tidak terikat perjanjian damai dengan
kerajaan Padjajaran, seperti yang dilakukan oleh ayahnya Maulana Hasanuddin
dengan pimpinan Padjajaran, sehingga untuk mengembangkan kota Banten Maulana
Yusuf perlu memperluas daerah kekuasaannya di Jawa Barat dengan menaklukan
kerajaan Padjajaran dan membawa Batu Gigilang agar tidak ada lagi penobatan
Raja Padjajaran selanjutnya.
Menurut
Guillot, bahwa sejenis Watu Gigilang sebetulnya sudah digunakan juga sebagai
tradisi kerajaan-kerajaan Surakarta dan Yogyakarta dengan sebutan Sela Gilang.
Sela Gilang dianggap sebagai tahta kuno Kerajaan Majapahit, saat pemindahan ibu
kota Majapahit pada abad ke 14.
Watu Gigilang mulai tidak digunakan sebagai
penobatan Sultan Banten, ketika pada masa Sultan Haji atau Abdul Nasr Abdul
Kahar yang memimpin pada tahun 1672, yang menganggap penobatan Sultan Banten di
batu tersebut, tidak begitu penting, sehingga sejak Sultan Haji memimpin sampai
sultan Syafiuddin, Watu Gigilang sudah tidak digunakan lagi sebagai benda
sakral untuk penobatan Sultan.
Walaupun
sudah tidak digunakan lagi sebagai tempat penobatan Sultan, namun Batu Gigilang
dari sejak zaman kesultanan sampai saat ini, masih dianggap memiliki kesakralan
oleh masyarakat Banten, sehingga tidak pernah dipindahkan atau digeser dari
tempat Watu Gigilang ini diletakkan.
Saat
ini pun, ketika dilaksanakan revitalisasi bangunan Cagar Budaya di kawasan
Banten Lama, namun Watu Gigilang tidak dipindahkan dari tempatnya dan masih
dapat kita saksikan di depan gerbang Surosowan yang telah dijadikan taman untuk
dinikmati oleh para wisatawan. Bagaimana pun Watu Gigilang pernah jadi saksi
Sejarah kejayaan Islam dinobatkannya para Sultan dan mengucapkan sumpah.