Vihara
Avalokitesvara: Kisah Cinta Beda Agama
AMI Nazzam
Banten
merupakan wilayah kekuasaan dari kerajaan Sunda atau Padjajaran Pada abad ke
XV. Kerajaan Sunda-Padjajaran memiliki pelabuhan yang cukup ramai dikunjungi
oleh saudagar dari berbagai daerah di Nusantara dan mancanegara. Menurut
catatan Tomi Pires, Bandar-bandar kerajaan Sunda, meliputi Pelabuhan Banten,
Pontang, Cikande, Tangerang, Calapa(Sunda Kalapa), dan Cimanuk. Sehingga saat
itu Banten telah menjadi pelabuhan besar dan banyak para saudagar dari Timur
datang ke Banten untuk membeli rempah-rempah yang saat itu memakai system barter.
Banyak
Saudagar yang datang dari Persia, India, Arab dan Cina yang menganut agama
Islam, sehingga selain berdagang, para saudagar mengajarkan agama Islam dan
tidak sedikit yang menikahi masyarakat pribumi Banten agar tetap tinggal di
daerah Banten. Walaupun Banten pada saat itu dikuasai oleh kerajaan Sunda,
namun di daerah pesisir telah banyak yang masuk Islam, hal ini dapat dilihat
dengan di bangunnya masjid Pacinan yang dipercaya telah berdiri sebelum
kesultanan Banten berdiri.
Ketika
Sultan Gunung Jati ke Banten, memang telah banyak masyarakat yang menganut
agama Islam dan kemudian masjid Pecinan Tinggi direnovasi oleh Sunan Gunung
Jati. Pada saat itu mulai banyak masyarakat muslim dari Cina yang menetap ke
Banten dan melakukan kegiatan dakwah dan pendidikan agama Islam di masjid
Pecinan Tinggi tersebut.
Pada
abad ke XV, datanglah para rombongan saudagar yang berasal dari Tiongkok yang
dipimpin oleh seorang putri yang bernama Ong Tien, saat itu wilayah pesisir
Banten telah banyak yang menganut agama Islam, sehingga ketika rombongan putri
Ong Tien datang ke Banten banyak masyarakat Banten yang tidak suka dengan
kehadiran mereka. Hal ini menimbulkan konflik antara masyarakat Banten dengan
masyarakat Tiongkok yang masih menganut agama Budha.
Saat
itu Sunan Gunung Jati mencoba melerai konflik tersebut, dengan memanggil
pemimpin dari para rombongan Tiongkok tersebut, akhirnya putri Ong Tien
memenuhi panggilan Sunan Gunung Jati. Pada saat itu Sunan Gunung Jati yang
melihat kecantikan putri Ong Tien mulai jatuh hati dan kemudian menikahi putri
Ong Tien yang saat itu telah masuk Islam pada tahun 1478. Rombongan putri Ong
Tien yang masih memegang teguh keyakinannya masih melakukan konflik kepada
masyarakat Banten. Sehingga Sunan Gunung Jati mendirikan tempat peribadatan
masyarakat Budha dengan membangun Vihara Avalokitesvara.
Vihara
ini berada di desa Dermayon, untuk meredah konflik antara masyarakat Banten dan Tiongkok
yang masih memegang ajaran Budha, sehingga di dalam vihara dibuat juga masjid
untuk para rombongan Tiongkok yang menganut agama Islam. Saat itu konflik antar
keduanya sudah jarang terjadi dan masyarakat sekitar sudah berdamai. ketika
kesultanan Banten berdiri pada tahun 1526, Sunan Gunung Jati dan Putri Ong Tien
pergi ke Cirebon untuk melanjutkan tugasnya dikerajaan Cirebon, dari
pernikahannya Putri Ong Tien dikaruniai seorang putera yang pada usia 9 bulan
meninggal.
Bangunan Vihara pun sempat dipindahkan pada sekitar tahun 1774 di kampung Pamarican hingga saat
ini, karena sempat terjadi kebakaran. Vihara sendiri pernah mengalami kebakaran
kembali pada tahun 2009 dimana saat itu hanya bagian dalam yang terbakar,
sehingga mendapatkan renovasi ulang seperti yang kita lihat bangunannya saat ini.
Vihara
Avalokitesvara menjadikan altar Dewi kwan Im sebagai altar utamanya. Di altar
ini terdapat patung Dewi Kwan Im yang berusia hampir sama dengan bangunan
vihara tersebut. Selain itu di sisi samping kanan dan kiri terdapat patung
dewa-dewa yang berjumlah 16 dan tiang batu yang berukir naga.
Gerbang
dengan atap berhiaskan dua naga memperebutkan mustika sang penerang (matahari)
menyambut pengunjung di pintu masuk sebelum pengunjung masuk lebih ke dalam
vihara yang memiliki nama lain kelentang Tri Darma ini. Sebutan Klenteng Tri
Darma diberikan karena vihara ini melayani tiga kepercayaan umat sekaligus.
Yaitu Kong Hu Cu, Taoisme, dan Buddha. Walaupun diperuntukan bagi 3 umat
kepercayaan namun bagi wisatawan yang beragama lain sangat diperbolehkan untuk
berkunjung dan melihat bangunan Vihara Tersebut, dengan cara meminta izin
terlebih dahulu dan tidak menggangu orang yang sedang melakukan ibadah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar