Kamis, 21 Desember 2017
Minggu, 17 Desember 2017
Wakhia 1850
Pemberontakan
Ki. Wakhia di Gudang Batu
Oleh
Riwayat Hidup Ki. Wakhia
Ki Yahya adalah salah satu ulama
karismatik yang berasal dari kampung Gudang Batu yang berada di desa Waringin
Kurung, penduduk Gudang Batu sering memanggilnya dengan nama Ki Wakhia. Dia terlahir
dari keluarga yang cukup terpandang di tempat kelahirannya. Yahya atau Ki
Wakhia lahir di kampung Gudang Batu, di desa Waringin kurung, namun tanggal dan
tahun kelahirannya belum diketahui sampai saat ini.
Ki Wakhia dikenal memiliki pengaruh
besar di kalangan penduduk, karena selain memiliki ilmu agama yang cukup
tinggi, dia juga di pandang sebagai ulama yang kaya dan terpandang di Gudang
Batu. Ki Wakhia memiliki kepribadian yang sederhana dan tegas dalam melawan
kebajikan, sehingga ia dihormati dan disegani oleh kalangan penduduk Gudang
Batu.
Ki Wakhia menikahi wanita yang berasal
dari kampung kelahirannya, namun nama istri Ki Wakhia tidak diketahui namanya
hingga saat ini, dari pernikahannya itu Ki Wakhia dikaruniai 3 orang putra dan
2 orang putri. Berikut ini adalah nama-nama anak Ki Wakhia :
1.
Madinah (Tinggal dan menetap di Lampung)
2.
Afar (Tinggal dan menetap di
Lampung)
3.
Nyi
Aminah (Tinggal dan Menetap di
Banten)
4.
Nyi
Raina (Tinggal
dan Menetap di Banten)
5.
Satu
orang putra yang tidak diketahui namanya (Tinggal dan menetap di Mesir)
Sebagai ulama yang cukup disegani di
Gudang Batu, Ki. Wakhia juga sering memperhatikan keadaan masyarakatnya yang
sangat memprihatikan, tidak jarang ia menyaksikan sendiri bagaimana masyarakat
yang ditindas dan diperlakukan secara tidak adil oleh pemerintah kolonial
Belanda. Hal itulah yang membuat Ki. Wakhia sangat benci kepada penjajah
Belanda[1].
Ki Wakhia dengan sifat keberanian dan
ketegasannya menjadi salah satu orang yang berpengaruh dalam melancarkan kerusuhan
yang terjadi di Gudang Batu, berupa pemberontakan terhadap pemerintahan kolonial
Belanda, sehingga terjadi pemberontakan pada tahun 1850 oleh penduduk Gudang Batu.
Hingga akhirnya Ki. Wakhia tertangkap oleh kolonial Belanda pada 1856 dan
dihukum mati, setelah sekian lama menjadi buron pasukan kolonial Belanda.
Pergolakan Sosial dan Pemberontakan Pertama di Gudang Batu
Kekuasaan kolonial Belanda dalam sistem
pemerintahan telah membuat keresahan pada masyarakat Cilegon khususnya di
Gudang Batu. Penindasan yang terus-menerus dilakukan oleh pemerintah Belanda
membuat penduduk Gudang Batu semakin membenci Belanda. Kebijakan membayar pajak
tanah serta pajak kekayaan kepada pemerintah penjajah, semakin menambah beban
penderitaan penduduk, karena bagi penduduk yang tidak membayar pajak akan
dikenakan hukuman sebagai penggantinya,
Selain peraturan pajak yang ditetapkan
oleh pemerintah Belanda, ada pula tuan-tuan tanah Belanda yang bermunculan menguasai
rakyat. Bagi penduduk yang tinggal dan bertani kepada tuan tanah, harus
membayar pajak kepada tuan tanah sedangkan penduduk yang melalaikan kewajiban
membayar pajak kepada tuan tanah akan merasakan kekejaman yang dilakukan oleh
tuan tanah yang menganggapnya sebagai budak.
Kebijakan pajak, sistem politik yang
memburuk yang dilakukan oleh pemerintah Belanda telah menimbulkan keresahan dan
ketidakpuasan di kalangan penduduk membuat pergolakan-pergolakan sosial di
kalangan masyarakat Gudang Batu. Hal ini yang mendominasi terjadinya gerakan-gerakan
sosial yang timbul di masyarakat Gudang Batu. Penduduk yang sangat membenci
pemerintah Belanda sering melakukan perlawanan dan pemberontakan. Setiap
pergerakan rakyat Banten yang menentang pemerintahan Belanda, penduduk Gudang
Batu akan ikut membantu melawan kolonial Belanda.
Untuk menghadapi setiap pergolakan yang
terjadi di Gudang Batu. Pihak pemerintah kolonial Belanda selalu bersikap
hati-hati dalam melakukan tindakan terhadap penduduk yang dicurigai telah
berbuat kekacauan.
Perlawanan penduduk Gudang Batu pertama
terjadi sekitar tahun 1840 di bawah pimpinan Ki Wakhiah salah satu ulama yang disegani di
Gudang Batu, rakyat Gudang Batu telah meluapkan rasa bencinya kepada penjajah
Belanda, mereka melakukan perlawanan dan membunuh 15 orang staff administrasi
distrik.
Pemerintah kolonial Belanda di Serang yang mendapat
laporan dari bawahannya tentang peristiwa perlawanan rakyat Gudang Batu seperti
mendapat tamparan yang sangat memalukan, kejadian itu dianggap sebagai
pemberontakan kepada pemerintah. Pasukan kolonial Belanda membuat strategi
untuk memadamkan perlawanan penduduk Gudang Batu dan menangkap para pemimpin
perlawanan penduduk.
Pemberontakan rakyat Gudang Batu mendapatkan
perlawanan dari pasukan kolonial Belanda, strategi yang dibuat oleh pasukan
Belanda berhasil membuat rakyat Gudang Batu mundur dan akhirnya pasukan Belanda
berhasil menundukan perlawanan rakyat Gudang Batu, para pemimpin perlawanan
rakyat berhasil melarikan diri dari kejaran pasukan kolonial Belanda dan Ki
Wakhia melarikan diri dan bersembunyi ke Lampung.
Pemberontakan Kedua Wakhia 1850 di Gudang Batu
Setelah kegagalan yang dialami pasukan Gudang Batu dan
menjadi buron pasukan kolonial Belanda,
Ki Wakhia kemudian pergi ke Mekah untuk naik haji. Tahun 1847 ia kembali
sebagai seorang haji di desanya. Kembalinya Ki Wakhia di sambut dengan suka
cita oleh seluruh keluarga dan pengikutnya. Berita tentang kedatangan ulama
yang sangat berpengaruh itu dengan cepat tersebar dikalangan pemimpin-pemimpin
perlawanan rakyat seperti Tubagus Iskak, Mas Diad, Nasid dan Penghulu Dempol.
Pihak pemerintah Kolonial Belanda telah
mendengar tentang kembalinya Ki Wakhiah ke Gudang Batu. Namun pihak Belanda
bersikap hati-hati dalam menghadapinya, karena penduduk Gudang Batu masih
bermusuhan dan sangat membenci pemerintah. Pihak Belanda tidak melakukan tindakan apa‑apa terhadap Ki Wakhia, selama
ulama besar itu tidak melakukan perbuatan yang dinilai membahayakan kekuasaan
pemerintah kolonial Belanda.
Kembali Ki Wakhia tidak mau membayar pajak dan tidak
mendaftar kepada pemerintah kolonial Belanda, maka ia dipanggil untuk menghadap
residen, akan tetapi sia-sia karena Ki Wakhia tidak kunjung datang untuk
menemui panggilan residen. Karena pemerintah mengkhawatirkan akibat-akibat yang
tidak menyenangkan, maka tidak dilakukan penangkapan atas dirinya.
Ketiadaan sikap yang tegas di pihak pemerintah
terhadap Haji Wakiah dan penduduk Gudang Batu telah memperkuat rasa bangga
mereka dan kesediaan mereka untuk mengikuti setiap pemimpin. Penduduk Gudang
Batu yang terkenal suka memberontak sejak zaman dahulu dan membuat mereka
menjadi tulang punggung pemberontakan. Tubagus Iskak kemudian mengajak Haji
Wakhia ikut dalam rencana pemberontakan mereka yang kedua di Gudang Batu.
Seruan Haji Wakhia rupanya telah disambut dengan semangat yang menyala-nyala
dan penduduk Gudang Batu berjanji untuk ikut dalam pemberontakan dan berjuang
melawan pemerintahan kolonial Belanda terang-terangan.
Tempat pemusatan lainnya adalah Pulau Merak dan
sekitarnya, dimana akan ditempatkan orang-orang Lampung di bawah pimpinan Mas
Said untuk tujuan itu diperlakukan loyalitas pemuka-pemuka setempat dan
dukungan materi oleh Tubagus Iskak, Mas Derik, dan Nasid. Sementara Haji Wakhia
dan Penghulu Dempol memipin penduduk Gudang Batu dan Sekitarnya.
Selama berkorbarnya pemberontakan dalam beberapa
minggu pertama pejabat-pejabat pemerintah tidak dapat mengetahui apa yang
menyebabkan kerusuhan-kerusuhan kembali terjadi. Pemerintah tidak dapat
mengambil tindakan tegas selama pengomplot-pengomplot utamanya belum diketahui.
Situasinya menjadi gawat ketika berlangsung selama tiga minggu pemerintah belum
berhasil menangkap seorangpun dari para pemimpin pemberontakan.
Berbeda dengan pemberontakan yang dilakukan penduduk
Gudang Batu sebelumnya, gerombolan-gerombolan sekarang lebih melakukan sistem
berpencar. Gerombolan yang dipimpin oleh Mas Derik dan Nasik berada di
pegunungan sebelah timur Pulau Merak, sebuah gerombolan lainnya di bawah
pimpinan Mas Diad dan Tubagus Iskak beroperasi di distrik Banten, sementara
Haji Wakhia dan Penghulu Dempol dan anak buahnya beroperasi di daerah barat
bukit-bukit Simari Kangen.
Selama kurang lebih tiga bulan gerombolan-gerombolan
maju mundur, diselingi serangan terhadap desa-desa atau kota-kota kecil,
seperti Tanjuk dan Anyer. Semakin lama mereka semakin terpaksa mengambil posisi
bertahan. Pertempuran di Tegalpapak pada 3 Mei 1850 merupakan pukulan yang
hebat bagi kaum pemberontak, satu demi satu pemimpin-pemimpin mereka ditawan,
akan tetapi dua orang diantara mereka, Tubagus Iskak dan Haji Wakhia berhasil
lolos dan bersembunyi di Lampung. Disana Haji Wakhia ikut dalam pemberontakan
yang dilancarkan oleh Singabranta, Haji Wakhia akhirnya jatuh ke tangan pasukan
pemerintah pada tahun 1856 dan dihukum, ia meninggalkan seorang istri dan
beberapa orang anak. Setelah penangkapan Haji Wakhia tidak adanya kegiatan
apa-apa di pihak pemberontak, karena penduduk Gudang Batu sudah kehilangan
bimbingan.
Sumber :
Kartodirdjo, Sartono. Pemberontakan
Petani Banten 1888, hlm. 177
Arsip Belanda
Alampun Menyapa dengan Cinta
ALAM
PUN MENYAPA DENGAN CINTA
Oleh
AMI Nazzam
Embun di pagi itu terlihat tersenyum
Membuat hatiku terasa tenang
Di hiasi udara – udara kehidupan
Yang serba unik...
Menyadarkan bahwa aku berada diantara ciptaan-Nya
Yang agung dan beranekaragam
Dan pohon juga ikut menyapaku dengan tarian
Seolah – olah dia sedang menyapaku
Dengan cintanya....
Gunung pun tak mau kalah untuk menyapaku
Dengan keindahan yang masih terselimuti oleh embun kenangan
Dan itu semua membuat ku sadar
Bahwa aku hanyalah hamba bagian dari ciptaan-Nya yang amat
Dan selalu lalai mensyukuri karunia cinta dari-Nya
Selasa, 12 Desember 2017
Perang Saudara Sultan Ageng Vs Sultan Haji
PEREBUTAN
KEKUASAAN KESULTANAN BANTEN Part 1
(Perang
Saudara (Sultan Ageng Tirtayasa VS Sultan Haji)
Oleh
AMI Nazzam
A.
Sultan
Abdul Nasr Abdul Qohar Pergi Haji
Kota Banten mengalami perkembangan yang sangat pesat
dalam bidang ekonomi dan maritim, ketika Banten dibawah kepemimpinan Sultan
Ageng Tirtayasa pada abad ke XVII. Banten telah menjalin kerja sama dengan
Negara-negara eropa seperti portugis,inggris dll. Selain memiliki kepandaian
mengelolah perekonomian dan irigasi, Sulthan Ageng juga memiliki kepandaian
dalam berpolitik sehingga Banten mengalami peningkatan secara signifikan. Sehingga
Banten masuk ke dalam 10 kota terbesar
di dunia, dengan hasil rempah-rempahnya.
Sultan Ageng Tirtayasa memiliki seorang anak yang
sangat baik bernama Abdul Nasr Abdul Qohar atau sering disebut dengan sebutan
Sultan Muda/ Sultan dzakar (Sultan Haji). Suatu hari Sultan Haji menghadap
kepada ayahnya yang sedang duduk di singgahsana istana Surosowan datanglah Sultan
Muda menghadap kepadanya.
Sultan Haji berkata, “Wahai Ayahanda,saya minta
izinkah anakmu ini ingin pergi menunaikan ibadah haji ke Mekkah dan ziarah ke
makam kanjeng Nabi, saya mau lulus dalam mengabdikan diri hamba kepada Allah
SWT”.
Sultan Ageng menjawab “Apa? Kamu ingin pergi ke
Mekkah, ayah tidak izinkan kamu pergi berlayar ke Mekkah, akan ada bahaya besar
yang akan terjadi, jika kamu menuju Mekkah sekarang”.
Sultan Haji “Bahaya besar bagaimana ayahanda?, hamba
hanya ingin menunaikan ibadah haji sebagai penyempurna ibadah hamba, maaf ayah
hamba akan tetap pergi ke Mekkah karna ini telah menjadi keputusan hamba” (Sultan
Haji lalu pergi meninggalkan tempat singgahsana ayahnya).
Sulthan Ageng Tirtayasa (berbicara dalam hatinya), “Ya
Allah, keinginan anak hamba sudah tidak bisa tertahan lagi untuk pergi haji,
hamba takut ya Allah apabila anak hamba bertemu sang ratu nanti akan terjadi
kerusuhan di Negara Banten ini”.
Hati Sultan Ageng menjadi bimbang apakah dia
mengizinkan anaknya untuk pergi haji atau tidak, keputusan yang harus
dipikirkan secara matang supaya tidak terjadi kehancuran di negaranya. Sultan
Ageng Tirtayasa melamun memikirkan keinginan anaknya yang tetap ingin pergi ke
Mekkah. Tidak lama kemudian datanglah Sultan Haji menghadap kanjeng rama dengan
membawa pakaiannya, sehingga membuyarkan segala lamunan kanjeng rama atau Sultan
Ageng Tirtayasa.
Sultan haji berkata “ini sudah menjadi perjanjian,
asalkan saya diizinkan kepada kanjeng gusti, saya akan sujud lagi kepada
kanjeng Nabi dan menyembah kepada yang maha kuasa, semoga niat tulus saya membuat
kanjeng rama mengizinkan saya untuk pergi”.
Sultan Ageng (bicara dalam hati), “Ya Allah, anak
hamba yang baik hati ini akan pergi ke Mekkah. Tolong jaga anak hamba dari
marabahaya yang akan menimpannya selama di perjalanan”.
Akhirnya kanjeng rama mengizinkan sultan Haji untuk
pergi menunaikan ibadah haji dan meluluskan ilmu agamanya, kanjeng rama
memberikan bekal berupa uang dan makanan untuk dipergunakan selama diperjalanan
dan memerintahkan punggawanya agar menyiapkan perahu untuk Sultan Anom. Namun
sebelum keberangkatannya kanjeng rama berpesan kepada anaknya, “kalau kamu
pergi haji jangan singgah di negara yang bernama pulau putri, disitu terdapat seorang putri yang sangat cantik dan
kecantikannya seperti bidadari, kamu pasti akan jatuh hati, ingatlah pesan rama
ini setelah kamu selesai menunaikan haji cepatlah kembali kesini” Ujar Sultan
Ageng Tirtayasa.
Sultan Ageng melamun, merasa susah hati dengan
putranya yang sudah menaiki kapalnya, perlahan kapal Sultan muda berjalan dan
menghilang dari pandangan kanjeng rama. Kapal Sultan muda telah sampai ketengah
lautan, satu persatu pulau telah dilalui
dan ketika kapal sampai di pulau pinang jangkar kapal ditarik, kapal Sulthan
muda terus berjalan menuju Madinah.
Setelah sampai di Madinah Sultan turun dari kapalnya
dan berjalan menuju Masjidil haram, sesampainya di sana Sultan haji melakukan
tawaf di Masjidil haram untuk melaksanakan ibadahnya, lalu Sultan haji
melakukan ziarah ke makam nabi dan melakukan sujud kepada kanjeng nabi. Setelah
selesai Sulthan haji meneruskan ibadahnya dengan melakukan wirid dan martabah 7
dzikir jahar dan dzikir saman, Sultan haji juga tidak lupak melakukan thoriq
kepada para wali yang berada di daerah Madinah tersebut.
Sultan Muda sudah melaksanakan semua ibadahnya dan memutuskan
untuk pulang ke tanah kelahirannya, lalu Syekh Ahmad berkata kepada Sultan
Muda, “apabila pangeran akan pulang ingatlah pesan kanjeng rama, jangan
sekali-kali kamu mampir ke pulau putri, nanti kamu akan jatuh hati padanya dan
akan ada masalah besar yang melanda daerah pangeran” ujar syekh Ahmad, Sultan
Muda hanya menganggukan kepala dan tersenyum kepada syekh Ahmad dan meminta
izin untuk pulang.
B.
Terdampar
di Pulau Putri
Sultan Haji pergi menuju kapalnya
yang bersandar di dermaga dan langsung menaiki kapalnya tersebut, perlahan
kapalnya mulai berjalan ke tengah laut dan sultan, namun ketika dalam
perjalanan pulang, kapal Sultan Haji terbawa oleh angin menuju ke arah barat
sehingga kapalnya terdampar di pulau putri.Sultan Haji kebingungan kenapa
kapalnya bisa terdampar di pulau yang belum pernah ia kunjungi, akhirnya sultan
turun dari kapal memasuki pulau putri itu untuk bertanya kepada penduduk yang
tinggal di pulau itu dan meminta izin untuk tinggal di pulau asing itu untuk
beberapa hari.
Tak lama kemudian ada seorang gadis
berparas cantik berjalan melewati Sultan Haji, sultan pun kaget dan penasaran
dengan seseorang yang baru saja berjalan melewatinya, tersentak hatinya lalu berkata “siapakah tadi yang lewat di
hadapanku, apakah jin ataukah syaithan”, tadi yang melewati saya apakah dia
manusia ataukah dewa, saya belum pernah melihat orang seperti dia, Sultan Haji
merasa penasaran dan mencoba menghampiri gadis itu.
Sultan Haji
berkata, “hai gadis, kamu itu manusia, apakah jin, apakah setan, ataukah
manusia”
Sang Putri menjawab dengan suara
yang halus, “saya manusia tuan, saudara dari raja Pandita yang paling dihormati
di pulau ini”.
Sultan haji menjawab, “maafkan saya
gadis, karna saya baru melihat seseorang yang memiliki kecantikan seperti dirimu,
kalau boleh saya tahu siapa namamu ?”
Sang Putri membalas, “nama saya
Putri tuan”
Sultan Haji berkata, “Maaf kalau
saya lancang, apakah Putri yang cantik ini telah memiliki suami?”.
Sang Putri Menjawab dengan halus,
“saya belum memiliki suami tuan, tidak ada orang yang sudi meminang saya yang
seperti ini tuan”.
Sultan Haji berkata, “benarkah,
bodoh sekali laki-laki yang tidak bisa melihat kecantikan sang Putri, kalau
begitu sudikah engkau menikah dengan anak Sultan Banten ini”.
Sang Putri merasa tersentak dengan
tawaran pangeran Abdul Kahar itu yang meminta untuk meminang dirinya. Panggilan
pangeran memudarkan lamunannya, sang Putri masih tidak percaya dengan perkataan
pangeran Banten itu yang begitu cepat menawarkan dirinya untuk menjadi suami
sang Putri.
Sang Putri berkata dengan halus,
“jika tuan benar-benar bersedia meminang hamba, maka tuan harus meminta izin
terlebih dahulu kepada saudara hamba yaitu raja Pandita, apakah tuan
bersedia?”.
Sultan Haji menjawab, “saya
bersedia, antarkan saya bertemu menghadap saudaramu, saya akan meminta izin
untuk menikahimu, saya akan melakukan apapun asalkan kamu mau menikah
denganku”.
Sang Putri akhirnya mengantar
Sultan Haji pergi untuk menemui raja Pandita, Sultan Haji lupa dengan pesan
ayahnya akibat terpesona dengan kecantikan sang Putri. Mereka terus berjalan
memasuki pulau putri tersebut. Sultan Haji berjalan sambil melihat keindahan
alam yang bersih dan dihiasi oleh air terjun yang begitu indah seakan
memanjakan mata Sultan Haji.
Sementara di daerah Banten tepatnya
di istana Surosowan, Sultan Ageng Tirtayasa merasa cemas dengan putranya yang
tidak kunjung pulang, apakah dia singgah ke pulau putri itu, kalau dugaanku
benar maka celakalah negeri ini, ujar Sultan Ageng dalam hatinya. Walau dengan
keadaan bimbang seperti itu Sultan Ageng tetap menjalankan pemerintahannya,
tapi pikirannya sekarang terbagi dua antara tugas pemerintahan dan nasib
anaknya sekarang.
Sultan Abdul Kahar (Sultan Haji)
dan sang Putri pun sampai di istana raja Pandita, lalu sang putri
mempersilahkan masuk untuk menemui raja Pandita, kedatangannya disambut baik
oleh raja Pandita dan penghuni istana. Karna raja Pandita tahu akan ada Sultan
Banten yang akan mampir kesini dan itu adalah kesempatan bagi raja Pandita yang
keinginannya menghancurkan daerah Banten tersebut.
Sang Putri, “maaf kanda saya telat
pulang, saya membawa seseorang yang terdampar di pulau ini, dia adalah Sultan
dari negeri Banten dan ingin menumpang istirahat disini”.
Raja Pandita, “ohhh,iya, saya pernah
dengar negeri Banten itu, selamat datang pangeran di negeri kami yang sangat
sederhana ini, semoga pangeran berkenan untuk singgah disini”.
Sultan Haji, “iya tuan, hamba dari
Banten yang terdampar di pulai ini dan ingin singgah untuk beberapa hari, tempat
ini begitu indah dan besar”.
Sang Putri dengan suara yang halus ,
“kanda, saya pamit pergi ke kamar dulu, mari pangeran”.
Sultan Haji, “maaf tuan, saya ingin
bilang sesuatu kepada tuan, masalah yang membuat saya dilema, saya ingin
memintan izin kepada tuan bahwa saya ingin meminang saudara tuan yaitu Putri,
apakah tuan bersedia merestui kami”.
Raja Pandita sejenak terdiam dan
berfikir tentang tawaran Sultan Haji yang ingin meminang saudaranya, raja
Pandita berfikir bahwa ini kesempatan emas untuk bisa pergi mengunjungi Banten
dan bertemu dengan Sultan Ageng Tirtayasa kemudian menghancurkan negeri banten.
Raja Pandita Menjawab, “baik aku
akan merestuimu dengan Putri, kamu harus patuh dengan apa yang aku katakana dan
kita akan lakukan pernikahan itu besok”.
Sultan Haji, “benarkah tuan
merestuiku, terimakasih tuan hati ini rasanya tidak percaya bisa meminang gadis
secantik sang Putri”.
Akhirnya Sultan Haji dan sang putri
akan melakukan resepsi pernikahannya esok hari, namun raja pandita sudah
memiliki strategi yang sangat cemerlang agar dia bisa pergi ke Banten dan
menyamar menjadi Sultan Haji, pagi hari sebelum pernikahan raja pandita menemui
Sultan Haji ke kamarnya yang sedang mempersiapkan pakaiannya.
Raja Pandita, “permisi, bolehkah
saya memasuki kamar pangeran, saya ingin berbicara dengan pangeran”.
Sultan Haji, “ohh iya, silahkan
masuk”.
Raja Pandita, “lepaskanlah semua
pakaian pangeran, nampaknya itu sudah terlalu kusam untuk acara pernikahan
pangeran, ini saya ganti dengan gamis yang terbuat dari sutra, ikat pinggang
yang sangat bagus yang terbuat dari emas dan mahkota yang terbuat dari intan
berlian, pasti pangeran akan semakin tampat ketika bertemu dengan Putri, biar
saya ambil pakaian Sultan haji yang sudah kusam ini”.
Pernikahan pun dilaksanakan
pangeran sudah masuk ke dalam istana, Sultan Haji hatinya sangat bahagia bisa
menikah menjadi sepasang pengantin dan terpanah melihat kecantikan istrinya sampai
dia melupakan janji rama kepadanya supaya tidak mampir di pulau putri itu.
Sementara raja Pandita sudah
mengganti pakaianya dengan pakaian Sultan Haji dan pergi ke dermaga untuk
mencari kapal sultan haji, setelah dia menemukan kapal yang di pakai Sultan
haji, dia naik dan kapal berjalan meninggalkan dermaga, raja Pandita akhirnya
menuju ke daerah Banten. Dia telah berhasil mempengaruhi Sultan Haji.
“Andaikan saya ajak kamu ke negeri
pangeran di istana kanjeng rama dan saya dudukan di kursi, maka kamu akan
menjadi ratu disana” ujar sultan haji. Sang Putri membalas perkataan pangeran
dengan halus, “dulu raja Pandita pernah berkata ingin menghancurkan negeri yang
bernama Banten tersebut. Akhirnya Sultan Haji melamun dan berfikir sedalam
hati, “kalau saja raja Pandita benar menuju ke Banten dengan pakaianku, maka
pasti akan terjadi kekacauan di negeri Banten itu.Ketika Sultan Haji pergi ke
dermaga ternyata kapalnya sudah tidak ada, raja Pandita sudah pergi jauh menuju
ke negeri Banten.
C.
Perang
Saudara
Raja Pandita sudah sampai Betawi
lalu turun dari kapalnya, kemudian raja Pandita bertemu dengan Jendral Adler
Smit, raja Pandita berkata “ya tuan, saya baru saja pulang dari Mekkah
melaksanakan ibadah haji dan saya adalah putra Sultan di negeri ini, kalau saya
tidak diakui karna lama meninggalkan negeri ini dan terjadi kerusuhan maukah
tuan membantu saya”.
Jendral Adler Smit membalas
perkataan Sultan Haji, “kalau kamu tidak diakui dan terjadi perang saya akan
membantu tapi kalau ada imbalannya”.
Raja Pandita (Sultan Haji palsu),
“kalau kamu membantu saya ketika ada perang di negeri Banten maka saya akan
kasih negeri ini sebagai imbalannya”.
Sultan Haji lalu pergi ke dermaga
dan menarik layar kapal menuju ke negeri Banten untuk bertemu dengan Sultan
Ageng Tirtayasa, kapalnya pun sudan berhenti lalu Sultan Haji naik di tanah
santun tersebut. Sultan Haji ingin bertemu dengan Sultan Ageng namun nampaknya
Sultan Ageng tidak mau menemui Sultan Haji, Sultan Ageng duduk di alun-alun
namun tidak menemui Sultan Haji, karna sudah beberapa hari Sultan Ageng, warga,
dan punggawa menunggu dia pulang haji. Lamanya menunggu dan tidak berjumpa sebagian warga, punggawa patuh kepada Sultan
Haji.
Pada suatu hari Sultan Haji pergi
ke Betawi untuk menemui Jendral Adler Smit dan berkata, “dulu saya pernah
berjanji akan membantu, saya sudah tinggal disana dan tidak pernah kanjeng rama
menemui saya, kalau tuan mau membantu sekarang juga. Jendral pun akhirnya mau
membantu Sultan Haji dan pergi ke negeri Sultan haji.
Akhirnya terjadilah peperangan
antara Sultan Ageng dan Sultan Haji yang di bantu dengan serdadu Belanda.
Jendral pun berkata kepada Sultan Haji, “sudah susah saya meladeni prajurit
Sultan Ageng karna mereka sudah bersiap-siap melawan para serdadu kita”.
Prajurit Sultan Ageng mengalami kekalahan dan akhirnya Sultan Ageng membakar
Keraton Surosowan lalu menghancurkan semua isi Keraton Surosowan. Sultan Ageng
akhirnya pergi menemui Jendral Inggris, supaya mereka mau membantu untuk
melawan serdadu Belanda, namun Jendral Inggris tidak mau membantunya dengan
alasan tidak mungkin ayah berkelahi dengan anaknya sendiri lalu Jendral Inggris
pergi meninggalkan Sultan Ageng.
Sultan Ageng melarikan diri pergi
menerobos hutan dan sampai ke desa Ulaban, disitu sudah ramai orang membaca
Al-Qur’an dan membaca kitab semuanya sudah masuk islam. Akhirnya Sultan Ageng
tinggal lama di Tirtayasa dan bergabung dengan masyarakat Tirtayasa. Di negeri
Sultan Haji sudah siap semua para serdadu Belanda dan orang Jawa. Sultan haji
berseru agar mereka pergi ke Tirtayasa untuk melanjutkan peperangan, serdadu
Belanda dan orang Jawa sudah menyiapkan pistol Senapan, meriam, obat-obatan dan
pistol kecil serta pelurunya sudah mereka siapkan.
Pasukan Sultan Haji mulai naik ke
atas perahu dan sudah ke tengah lautan dan menyiapkan layar kapal sudah
berjalan di muara Pontang, balik dari kali Pontang sesampainya di ujung, semua
sudah bersiap dengan meriam dengan peluru, semua senapan sudah berisi peluru.
Akhirnya prajurit berjalan menempuh desa Tirtayasa. Di samping itu Sultan Ageng
tidak lagi mempunyai prajurit, semua pada melarikan diri akibat peperangan
pertama, Sultan Ageng melarikan diri mengungsi ke hutan di Wanasingit menunggu
para serdadu mundur.
Para tentara Belanda dan warga Jawa
terus mencari Sultan Ageng menelusuri desa Tirtayasa namun tidak juga dapat
ditemukan, akhirnya Sultan Haji dan para pasukannya menyerah dan memilih mundur
kembali ke negeri Banten untuk membangun Kraton Surosowan yang sudah dibakar
oleh Sultan Ageng Tirtayasa. Ketika keadaan Tirtayasa sudah sepi dari para
pasukan Sultan Haji, barulah sultan Ageng kembali ke desa Tirtayasa.
Keraton Surosowan akhirnya berhasil
direbut oleh Sultan Haji (raja
Pandita) akibat mendapat bantuan dari Belanda dan warga yang patuh terhadapnya.
Sultan Ageng Tirtayasa diam-diam membangun Keraton baru yang berada di desa
Tirtayasa tersebut, setelah lama membangun akhirnya Keraton sudah bisa
ditempati oleh Sultan Ageng. Desa Tirtayasa sudah menjadi ramai oleh masyarakat
sekitar yang saling bersilaturahmi dan saling berinteraksi di alun-alun. Sultan
Ageng pun tidak lupa untuk mendidik masyarakat agar menjadi punggawa Keraton
Tirtayasa.
Sumber : Naskah Syekh Mansyur Koleksi Snouck Hurgroje
Langganan:
Postingan (Atom)
Penggagasan Gerakan Rakyat Cilegon 1888
Haji Marjuki : Aktivis dan Penggagas Geger Cilegon Riwayat Hidup Haji Marjuki Marjuki adalah salah satu aktivis Geger Cilegon y...
-
KIAI HAJI SOCHARI (1889- 1969) K iai H aji Sochari adalah seorang pejuang kemerdekaan dan merupakan santri angkatan pertama ya...
-
KEMEWAHAN BUSANA KESULTANAN BANTEN Oleh AMI Nazzam Pakaian adalah sumber kebutuhan primer yang wajib terpenuhi oleh semua...
-
Pemberontakan Ki. Wakhia di Gudang Batu Oleh AMI Nazzam Riwayat Hidup Ki. Wakhia Ki Yahya adalah salah satu ulama karismat...