Tumenggung Al – Wajabir
Dahulu di kota Jakarta terdapat
seorang kiai yang terkenal dengan
kepandaiannya yang bernama kiai Alang, ia adalah seorang guru mengaji kanak-kanak.
Kepandaiannya ini sampai terdengar ke telinga Pangeran Raja Jakatra, sehingga
pangeran menyuruh kepada pengawalnya untuk membawa kiai Alang menghadap ke
Istana. Lalu Raja Jakatra berkata:
“Hai,,,Kiai Alang, aku dengar
bahwa kau sudah masyhur karena pandai mengajar anak-anak mengaji”.
“Maafkah hamba pangeran, saya
hanyalah manusia yang dhaif”. Ujar kiai Alang
“Jangan suka merendah kau kiai
Alang, sekarang saya perintahkan kamu untuk mengajarkan kera peliharaanku ini
untuk bisa mengaji, kalau kau tidak mengajarkannya mengaji sampai hatam sebuah
kitab, maka lehermu akan aku penggal”. Balas Raja Jakatra.
“ti..tidak mungkin bisa
pangeran”. Ki Alang dengan nada ketakutan
“kau coba saja dulu, saya kasih
waktu selama 4 bulan, jika dalam waktu itu belum juga pintar kera peliharaanku
itu maka tidak ada ampun lagi bagimu”. Ujar pangeran.
Kemudian kiai Alangpun berjalan
pulang membawa kera dengan perasaan dukacita, memikirkan apakah dia sanggup
untuk memenuhi permintaan sang Raja yang sangat mustahil untuk dilakukan.
Sesampainya di rumahnya kiai Alang duduk dan menangis, lalu sang istri melihat
suaminya yang sedang menangis di teras rumah, lalu berkata :
“Wahai suamiku, mengapa kamu
menangis? Kalau boleh saya tahu ada masalah apa, biarkan aku jadi penawar sedihmu,
suamiku”.
“Wahai istriku, pastilah kamu
sependapat denganku mengenai hal ini, akan tetapi tidak ada seorangpun yang
bisa membantuku mengenai masalah yang sedang aku hadapi saat ini, orang yang
sudah belajar dan memiliki banyak ilmupun tidak akan dapat menolongku. Karena
ini bukanlah pekerjaan yang mudah dan sembarangan. Raja jakatra meminta aku
untuk mengajari kera yang aku bawa ini mengaji kitab sampai khatam. Ujar Kiai
Alang dengan nada pesimis.
“Wahai suamiku, apakah raja
Jakatra meminta kera itu untuk berbicara” sambil melihat kewajah suaminya yang
sedang bersedih.
“Tidak” saut suaminya
“kalau begitu tidaklah susah,
jikalau hanya untuk mengajarkannya mengaji, berapa lama kiai diberi waktu untuk
mengajari kera itu”.
“Benarkah istriku, aku
diberikan waktu 4 bulan” sautnya dengan tatapan serius.
Lalu dari percakapan itu,
keesokan harinya, kiai Alang mulai mengajari kera itu untuk mempelajari satu
kitab yang diambil oleh kiai Alang, kemudian dari setiap baris kitab itu dengan
sebutir nasi, kemudian kera disuruh mengambil makanan itu dari atas ke bawah,
seperti seseorang yang mengaji menunjuk dengan jarinya dan apabila si kera itu
salah mengambil makanan itu maka kiai Alang akan memukulnya menggunakan rotan. Kiai
Alang mengajarkannya selama 4 bulan lamanya.
Setelah itu, tibalah waktunya
kiai Alang untuk menghadap sang raja Jakatra yang sedang duduk di singgasana
bersama para mentri dan masyarakat. Para mentri dan semua orang yang berada di
Istana dibuat tertawa dengan kedatangan kiai Alang yang membawa kera peliharaan
raja Jakatra. Kemudian raja meminta kera itu untuk mengaji.
Dengan tenangnya kiai Alang
membuka kitab yang biasa kera itu pelajari selama 4 bulan, sehingga ketika kera
itu memulai untuk mengaji satu kitab itu, kera itu mulai membuka satu demi satu
halaman kitab dengan menggunakan tangannya dan mulutnya bergerak-gerak layaknya
seorang yang sedang mengaji, sampai akhirnya kera itu selesai membaca satu
kitab.
“Kenapa kera itu tidak
terdengar suaranya?” ujar raja Jakatra dengan agak kesal.
“Maafkan, hamba tuan, bukankah
raja hanya menyuruh aku untuk mengajarkan kera itu mengaji saja, dan raja tidak
menyuruh untuk mengajarkan kera itu untuk berbicara”. Ujar Kiai Alang sambil
bersujud dihadapan raja.
“Jikalau tuan ingin meminta
saya untuk mengajarkan kera ini berkata-kata, maka izinkan saya meminta waktu
selama 30 tahun lagi. Maafkan hamba sesungguhnya diri ini masih bodoh dan jauh
dari kata pandai.” Ujar Kiai Alang
Kemudian sang raja mengakui
kepandaian yang dimiliki oleh kiai Alang, sehingga di depan para mentri dan
masyarakat yang melihat di dalam istana itu, raja mengumumkan bahwa kiai Alang
dijadikan sebagai Tumenggung Al-Wajir karena kepandaian dan kecerdasan yang
kiai Alang. Dan akhirnya kiai Alang terbebas dari hukuman dan menjadi
Tumenggung di kerajaan Jakatra.
Pesan : Jikalau kita bersungguh-sungguh dalam mempelajari ilmu, maka ilmu itu akan bersatuh dengan tubuh kita, kerja keras, tekun dan kesabaran adalah kunci dari sebuah keberhasilan, apa yang diceritakan kisah tumenggung diatas kita bisa tahu tentang kesabaran dan ketekunan yang dimiliki oleh kiai Alang untuk mengajar ngaji kera itu sehingga kera itu bisa mengaji. apabila dalam kehidupan kita mencari ilmu itu ikhlas dan tekun maka ilmu senantiasa hadir dalam diri kita,
Kisah yang sangat memotivasi
BalasHapus