PEREBUTAN
KEKUASAAN KESULTANAN BANTEN Part 1
(Perang
Saudara (Sultan Ageng Tirtayasa VS Sultan Haji)
Oleh
AMI Nazzam
A.
Sultan
Abdul Nasr Abdul Qohar Pergi Haji
Kota Banten mengalami perkembangan yang sangat pesat
dalam bidang ekonomi dan maritim, ketika Banten dibawah kepemimpinan Sultan
Ageng Tirtayasa pada abad ke XVII. Banten telah menjalin kerja sama dengan
Negara-negara eropa seperti portugis,inggris dll. Selain memiliki kepandaian
mengelolah perekonomian dan irigasi, Sulthan Ageng juga memiliki kepandaian
dalam berpolitik sehingga Banten mengalami peningkatan secara signifikan. Sehingga
Banten masuk ke dalam 10 kota terbesar
di dunia, dengan hasil rempah-rempahnya.
Sultan Ageng Tirtayasa memiliki seorang anak yang
sangat baik bernama Abdul Nasr Abdul Qohar atau sering disebut dengan sebutan
Sultan Muda/ Sultan dzakar (Sultan Haji). Suatu hari Sultan Haji menghadap
kepada ayahnya yang sedang duduk di singgahsana istana Surosowan datanglah Sultan
Muda menghadap kepadanya.
Sultan Haji berkata, “Wahai Ayahanda,saya minta
izinkah anakmu ini ingin pergi menunaikan ibadah haji ke Mekkah dan ziarah ke
makam kanjeng Nabi, saya mau lulus dalam mengabdikan diri hamba kepada Allah
SWT”.
Sultan Ageng menjawab “Apa? Kamu ingin pergi ke
Mekkah, ayah tidak izinkan kamu pergi berlayar ke Mekkah, akan ada bahaya besar
yang akan terjadi, jika kamu menuju Mekkah sekarang”.
Sultan Haji “Bahaya besar bagaimana ayahanda?, hamba
hanya ingin menunaikan ibadah haji sebagai penyempurna ibadah hamba, maaf ayah
hamba akan tetap pergi ke Mekkah karna ini telah menjadi keputusan hamba” (Sultan
Haji lalu pergi meninggalkan tempat singgahsana ayahnya).
Sulthan Ageng Tirtayasa (berbicara dalam hatinya), “Ya
Allah, keinginan anak hamba sudah tidak bisa tertahan lagi untuk pergi haji,
hamba takut ya Allah apabila anak hamba bertemu sang ratu nanti akan terjadi
kerusuhan di Negara Banten ini”.
Hati Sultan Ageng menjadi bimbang apakah dia
mengizinkan anaknya untuk pergi haji atau tidak, keputusan yang harus
dipikirkan secara matang supaya tidak terjadi kehancuran di negaranya. Sultan
Ageng Tirtayasa melamun memikirkan keinginan anaknya yang tetap ingin pergi ke
Mekkah. Tidak lama kemudian datanglah Sultan Haji menghadap kanjeng rama dengan
membawa pakaiannya, sehingga membuyarkan segala lamunan kanjeng rama atau Sultan
Ageng Tirtayasa.
Sultan haji berkata “ini sudah menjadi perjanjian,
asalkan saya diizinkan kepada kanjeng gusti, saya akan sujud lagi kepada
kanjeng Nabi dan menyembah kepada yang maha kuasa, semoga niat tulus saya membuat
kanjeng rama mengizinkan saya untuk pergi”.
Sultan Ageng (bicara dalam hati), “Ya Allah, anak
hamba yang baik hati ini akan pergi ke Mekkah. Tolong jaga anak hamba dari
marabahaya yang akan menimpannya selama di perjalanan”.
Akhirnya kanjeng rama mengizinkan sultan Haji untuk
pergi menunaikan ibadah haji dan meluluskan ilmu agamanya, kanjeng rama
memberikan bekal berupa uang dan makanan untuk dipergunakan selama diperjalanan
dan memerintahkan punggawanya agar menyiapkan perahu untuk Sultan Anom. Namun
sebelum keberangkatannya kanjeng rama berpesan kepada anaknya, “kalau kamu
pergi haji jangan singgah di negara yang bernama pulau putri, disitu terdapat seorang putri yang sangat cantik dan
kecantikannya seperti bidadari, kamu pasti akan jatuh hati, ingatlah pesan rama
ini setelah kamu selesai menunaikan haji cepatlah kembali kesini” Ujar Sultan
Ageng Tirtayasa.
Sultan Ageng melamun, merasa susah hati dengan
putranya yang sudah menaiki kapalnya, perlahan kapal Sultan muda berjalan dan
menghilang dari pandangan kanjeng rama. Kapal Sultan muda telah sampai ketengah
lautan, satu persatu pulau telah dilalui
dan ketika kapal sampai di pulau pinang jangkar kapal ditarik, kapal Sulthan
muda terus berjalan menuju Madinah.
Setelah sampai di Madinah Sultan turun dari kapalnya
dan berjalan menuju Masjidil haram, sesampainya di sana Sultan haji melakukan
tawaf di Masjidil haram untuk melaksanakan ibadahnya, lalu Sultan haji
melakukan ziarah ke makam nabi dan melakukan sujud kepada kanjeng nabi. Setelah
selesai Sulthan haji meneruskan ibadahnya dengan melakukan wirid dan martabah 7
dzikir jahar dan dzikir saman, Sultan haji juga tidak lupak melakukan thoriq
kepada para wali yang berada di daerah Madinah tersebut.
Sultan Muda sudah melaksanakan semua ibadahnya dan memutuskan
untuk pulang ke tanah kelahirannya, lalu Syekh Ahmad berkata kepada Sultan
Muda, “apabila pangeran akan pulang ingatlah pesan kanjeng rama, jangan
sekali-kali kamu mampir ke pulau putri, nanti kamu akan jatuh hati padanya dan
akan ada masalah besar yang melanda daerah pangeran” ujar syekh Ahmad, Sultan
Muda hanya menganggukan kepala dan tersenyum kepada syekh Ahmad dan meminta
izin untuk pulang.
B.
Terdampar
di Pulau Putri
Sultan Haji pergi menuju kapalnya
yang bersandar di dermaga dan langsung menaiki kapalnya tersebut, perlahan
kapalnya mulai berjalan ke tengah laut dan sultan, namun ketika dalam
perjalanan pulang, kapal Sultan Haji terbawa oleh angin menuju ke arah barat
sehingga kapalnya terdampar di pulau putri.Sultan Haji kebingungan kenapa
kapalnya bisa terdampar di pulau yang belum pernah ia kunjungi, akhirnya sultan
turun dari kapal memasuki pulau putri itu untuk bertanya kepada penduduk yang
tinggal di pulau itu dan meminta izin untuk tinggal di pulau asing itu untuk
beberapa hari.
Tak lama kemudian ada seorang gadis
berparas cantik berjalan melewati Sultan Haji, sultan pun kaget dan penasaran
dengan seseorang yang baru saja berjalan melewatinya, tersentak hatinya lalu berkata “siapakah tadi yang lewat di
hadapanku, apakah jin ataukah syaithan”, tadi yang melewati saya apakah dia
manusia ataukah dewa, saya belum pernah melihat orang seperti dia, Sultan Haji
merasa penasaran dan mencoba menghampiri gadis itu.
Sultan Haji
berkata, “hai gadis, kamu itu manusia, apakah jin, apakah setan, ataukah
manusia”
Sang Putri menjawab dengan suara
yang halus, “saya manusia tuan, saudara dari raja Pandita yang paling dihormati
di pulau ini”.
Sultan haji menjawab, “maafkan saya
gadis, karna saya baru melihat seseorang yang memiliki kecantikan seperti dirimu,
kalau boleh saya tahu siapa namamu ?”
Sang Putri membalas, “nama saya
Putri tuan”
Sultan Haji berkata, “Maaf kalau
saya lancang, apakah Putri yang cantik ini telah memiliki suami?”.
Sang Putri Menjawab dengan halus,
“saya belum memiliki suami tuan, tidak ada orang yang sudi meminang saya yang
seperti ini tuan”.
Sultan Haji berkata, “benarkah,
bodoh sekali laki-laki yang tidak bisa melihat kecantikan sang Putri, kalau
begitu sudikah engkau menikah dengan anak Sultan Banten ini”.
Sang Putri merasa tersentak dengan
tawaran pangeran Abdul Kahar itu yang meminta untuk meminang dirinya. Panggilan
pangeran memudarkan lamunannya, sang Putri masih tidak percaya dengan perkataan
pangeran Banten itu yang begitu cepat menawarkan dirinya untuk menjadi suami
sang Putri.
Sang Putri berkata dengan halus,
“jika tuan benar-benar bersedia meminang hamba, maka tuan harus meminta izin
terlebih dahulu kepada saudara hamba yaitu raja Pandita, apakah tuan
bersedia?”.
Sultan Haji menjawab, “saya
bersedia, antarkan saya bertemu menghadap saudaramu, saya akan meminta izin
untuk menikahimu, saya akan melakukan apapun asalkan kamu mau menikah
denganku”.
Sang Putri akhirnya mengantar
Sultan Haji pergi untuk menemui raja Pandita, Sultan Haji lupa dengan pesan
ayahnya akibat terpesona dengan kecantikan sang Putri. Mereka terus berjalan
memasuki pulau putri tersebut. Sultan Haji berjalan sambil melihat keindahan
alam yang bersih dan dihiasi oleh air terjun yang begitu indah seakan
memanjakan mata Sultan Haji.
Sementara di daerah Banten tepatnya
di istana Surosowan, Sultan Ageng Tirtayasa merasa cemas dengan putranya yang
tidak kunjung pulang, apakah dia singgah ke pulau putri itu, kalau dugaanku
benar maka celakalah negeri ini, ujar Sultan Ageng dalam hatinya. Walau dengan
keadaan bimbang seperti itu Sultan Ageng tetap menjalankan pemerintahannya,
tapi pikirannya sekarang terbagi dua antara tugas pemerintahan dan nasib
anaknya sekarang.
Sultan Abdul Kahar (Sultan Haji)
dan sang Putri pun sampai di istana raja Pandita, lalu sang putri
mempersilahkan masuk untuk menemui raja Pandita, kedatangannya disambut baik
oleh raja Pandita dan penghuni istana. Karna raja Pandita tahu akan ada Sultan
Banten yang akan mampir kesini dan itu adalah kesempatan bagi raja Pandita yang
keinginannya menghancurkan daerah Banten tersebut.
Sang Putri, “maaf kanda saya telat
pulang, saya membawa seseorang yang terdampar di pulau ini, dia adalah Sultan
dari negeri Banten dan ingin menumpang istirahat disini”.
Raja Pandita, “ohhh,iya, saya pernah
dengar negeri Banten itu, selamat datang pangeran di negeri kami yang sangat
sederhana ini, semoga pangeran berkenan untuk singgah disini”.
Sultan Haji, “iya tuan, hamba dari
Banten yang terdampar di pulai ini dan ingin singgah untuk beberapa hari, tempat
ini begitu indah dan besar”.
Sang Putri dengan suara yang halus ,
“kanda, saya pamit pergi ke kamar dulu, mari pangeran”.
Sultan Haji, “maaf tuan, saya ingin
bilang sesuatu kepada tuan, masalah yang membuat saya dilema, saya ingin
memintan izin kepada tuan bahwa saya ingin meminang saudara tuan yaitu Putri,
apakah tuan bersedia merestui kami”.
Raja Pandita sejenak terdiam dan
berfikir tentang tawaran Sultan Haji yang ingin meminang saudaranya, raja
Pandita berfikir bahwa ini kesempatan emas untuk bisa pergi mengunjungi Banten
dan bertemu dengan Sultan Ageng Tirtayasa kemudian menghancurkan negeri banten.
Raja Pandita Menjawab, “baik aku
akan merestuimu dengan Putri, kamu harus patuh dengan apa yang aku katakana dan
kita akan lakukan pernikahan itu besok”.
Sultan Haji, “benarkah tuan
merestuiku, terimakasih tuan hati ini rasanya tidak percaya bisa meminang gadis
secantik sang Putri”.
Akhirnya Sultan Haji dan sang putri
akan melakukan resepsi pernikahannya esok hari, namun raja pandita sudah
memiliki strategi yang sangat cemerlang agar dia bisa pergi ke Banten dan
menyamar menjadi Sultan Haji, pagi hari sebelum pernikahan raja pandita menemui
Sultan Haji ke kamarnya yang sedang mempersiapkan pakaiannya.
Raja Pandita, “permisi, bolehkah
saya memasuki kamar pangeran, saya ingin berbicara dengan pangeran”.
Sultan Haji, “ohh iya, silahkan
masuk”.
Raja Pandita, “lepaskanlah semua
pakaian pangeran, nampaknya itu sudah terlalu kusam untuk acara pernikahan
pangeran, ini saya ganti dengan gamis yang terbuat dari sutra, ikat pinggang
yang sangat bagus yang terbuat dari emas dan mahkota yang terbuat dari intan
berlian, pasti pangeran akan semakin tampat ketika bertemu dengan Putri, biar
saya ambil pakaian Sultan haji yang sudah kusam ini”.
Pernikahan pun dilaksanakan
pangeran sudah masuk ke dalam istana, Sultan Haji hatinya sangat bahagia bisa
menikah menjadi sepasang pengantin dan terpanah melihat kecantikan istrinya sampai
dia melupakan janji rama kepadanya supaya tidak mampir di pulau putri itu.
Sementara raja Pandita sudah
mengganti pakaianya dengan pakaian Sultan Haji dan pergi ke dermaga untuk
mencari kapal sultan haji, setelah dia menemukan kapal yang di pakai Sultan
haji, dia naik dan kapal berjalan meninggalkan dermaga, raja Pandita akhirnya
menuju ke daerah Banten. Dia telah berhasil mempengaruhi Sultan Haji.
“Andaikan saya ajak kamu ke negeri
pangeran di istana kanjeng rama dan saya dudukan di kursi, maka kamu akan
menjadi ratu disana” ujar sultan haji. Sang Putri membalas perkataan pangeran
dengan halus, “dulu raja Pandita pernah berkata ingin menghancurkan negeri yang
bernama Banten tersebut. Akhirnya Sultan Haji melamun dan berfikir sedalam
hati, “kalau saja raja Pandita benar menuju ke Banten dengan pakaianku, maka
pasti akan terjadi kekacauan di negeri Banten itu.Ketika Sultan Haji pergi ke
dermaga ternyata kapalnya sudah tidak ada, raja Pandita sudah pergi jauh menuju
ke negeri Banten.
C.
Perang
Saudara
Raja Pandita sudah sampai Betawi
lalu turun dari kapalnya, kemudian raja Pandita bertemu dengan Jendral Adler
Smit, raja Pandita berkata “ya tuan, saya baru saja pulang dari Mekkah
melaksanakan ibadah haji dan saya adalah putra Sultan di negeri ini, kalau saya
tidak diakui karna lama meninggalkan negeri ini dan terjadi kerusuhan maukah
tuan membantu saya”.
Jendral Adler Smit membalas
perkataan Sultan Haji, “kalau kamu tidak diakui dan terjadi perang saya akan
membantu tapi kalau ada imbalannya”.
Raja Pandita (Sultan Haji palsu),
“kalau kamu membantu saya ketika ada perang di negeri Banten maka saya akan
kasih negeri ini sebagai imbalannya”.
Sultan Haji lalu pergi ke dermaga
dan menarik layar kapal menuju ke negeri Banten untuk bertemu dengan Sultan
Ageng Tirtayasa, kapalnya pun sudan berhenti lalu Sultan Haji naik di tanah
santun tersebut. Sultan Haji ingin bertemu dengan Sultan Ageng namun nampaknya
Sultan Ageng tidak mau menemui Sultan Haji, Sultan Ageng duduk di alun-alun
namun tidak menemui Sultan Haji, karna sudah beberapa hari Sultan Ageng, warga,
dan punggawa menunggu dia pulang haji. Lamanya menunggu dan tidak berjumpa sebagian warga, punggawa patuh kepada Sultan
Haji.
Pada suatu hari Sultan Haji pergi
ke Betawi untuk menemui Jendral Adler Smit dan berkata, “dulu saya pernah
berjanji akan membantu, saya sudah tinggal disana dan tidak pernah kanjeng rama
menemui saya, kalau tuan mau membantu sekarang juga. Jendral pun akhirnya mau
membantu Sultan Haji dan pergi ke negeri Sultan haji.
Akhirnya terjadilah peperangan
antara Sultan Ageng dan Sultan Haji yang di bantu dengan serdadu Belanda.
Jendral pun berkata kepada Sultan Haji, “sudah susah saya meladeni prajurit
Sultan Ageng karna mereka sudah bersiap-siap melawan para serdadu kita”.
Prajurit Sultan Ageng mengalami kekalahan dan akhirnya Sultan Ageng membakar
Keraton Surosowan lalu menghancurkan semua isi Keraton Surosowan. Sultan Ageng
akhirnya pergi menemui Jendral Inggris, supaya mereka mau membantu untuk
melawan serdadu Belanda, namun Jendral Inggris tidak mau membantunya dengan
alasan tidak mungkin ayah berkelahi dengan anaknya sendiri lalu Jendral Inggris
pergi meninggalkan Sultan Ageng.
Sultan Ageng melarikan diri pergi
menerobos hutan dan sampai ke desa Ulaban, disitu sudah ramai orang membaca
Al-Qur’an dan membaca kitab semuanya sudah masuk islam. Akhirnya Sultan Ageng
tinggal lama di Tirtayasa dan bergabung dengan masyarakat Tirtayasa. Di negeri
Sultan Haji sudah siap semua para serdadu Belanda dan orang Jawa. Sultan haji
berseru agar mereka pergi ke Tirtayasa untuk melanjutkan peperangan, serdadu
Belanda dan orang Jawa sudah menyiapkan pistol Senapan, meriam, obat-obatan dan
pistol kecil serta pelurunya sudah mereka siapkan.
Pasukan Sultan Haji mulai naik ke
atas perahu dan sudah ke tengah lautan dan menyiapkan layar kapal sudah
berjalan di muara Pontang, balik dari kali Pontang sesampainya di ujung, semua
sudah bersiap dengan meriam dengan peluru, semua senapan sudah berisi peluru.
Akhirnya prajurit berjalan menempuh desa Tirtayasa. Di samping itu Sultan Ageng
tidak lagi mempunyai prajurit, semua pada melarikan diri akibat peperangan
pertama, Sultan Ageng melarikan diri mengungsi ke hutan di Wanasingit menunggu
para serdadu mundur.
Para tentara Belanda dan warga Jawa
terus mencari Sultan Ageng menelusuri desa Tirtayasa namun tidak juga dapat
ditemukan, akhirnya Sultan Haji dan para pasukannya menyerah dan memilih mundur
kembali ke negeri Banten untuk membangun Kraton Surosowan yang sudah dibakar
oleh Sultan Ageng Tirtayasa. Ketika keadaan Tirtayasa sudah sepi dari para
pasukan Sultan Haji, barulah sultan Ageng kembali ke desa Tirtayasa.
Keraton Surosowan akhirnya berhasil
direbut oleh Sultan Haji (raja
Pandita) akibat mendapat bantuan dari Belanda dan warga yang patuh terhadapnya.
Sultan Ageng Tirtayasa diam-diam membangun Keraton baru yang berada di desa
Tirtayasa tersebut, setelah lama membangun akhirnya Keraton sudah bisa
ditempati oleh Sultan Ageng. Desa Tirtayasa sudah menjadi ramai oleh masyarakat
sekitar yang saling bersilaturahmi dan saling berinteraksi di alun-alun. Sultan
Ageng pun tidak lupa untuk mendidik masyarakat agar menjadi punggawa Keraton
Tirtayasa.
Sumber : Naskah Syekh Mansyur Koleksi Snouck Hurgroje
Tidak ada komentar:
Posting Komentar