Tuhan Lokal : Tentang Konsep Tuhan
Masyarakat Banten
Kajian tentang
agama-agama hampir selalu terkait tentang
Tuhan atau yang dianggap sebagai Tuhan, dewa, roh tertinggi,
supernatural being, dan sejenisnya. Keyakinan akan adanya suoernatural being yang menguasai dan mengontrol alam dan seluruh
isinya mendorong manusia dalam berbagai literasi sejarah untuk mencari dan
menemukan beings yang dianggap
sebagai Yang Kudus.
Kepercayaan agama umumnya
terpusat pada kepercayaan terhadap adanya kekuatan gaib, yaitu Tuhan yang
bersifat Supernatural. Tuhan, roh,
kekuatan gaib, alam gaib, dan sejenisnya merupakan elemen penting dalam setiap
agama dan kepercayaan. Oleh karena itu, agama sebagaimana yangg bisa dipahami,
adalah pandangan dan prinsip hidup yang didasarkan pada adanya kepercayaan
terhadap kekuatan gaib yang berpengaruh dalam kehidupan manusia. Dalam hal ini,
Max Weber berpendapat bahwa tidak ada masyarakat tanpa agama. Kalau masyarakat
ingin bertahan lama, harus ada Tuhan yang disembah. Masyarakat zaman kuno
sampai sekarang ini menyembah Tuhan, walaupun dalam beragam bentuk dan
rumusannya. Agama menurutnya dapat berbentuk konsepsi mengenai supernatural,
jiwa, ruh, Tuhan, atau kekuatan gaib lainnya.
Ide atau gagasan manusia
tentang Tuhan yang dibentuk oleh sekelompok manusia pada sutu generasi bisa
menjadi bermakna bagi generasi lain. Dalam hal ini, Karen Amstrong berpendapat
bahwa “Tidak ada satu gagasanpun yang tidak berubah dalam kandungan kata
Tuhan”.
Dalam perkembangannya,
kepercayaan kepada adanya Tuhan Yang Maha Kuasa ini digambarkan oleh manusia
atau komunitas masyarakat tertentu menurut daya jangkau akalnya masing-masing.
Sifat yang diberikan kepada Tuhan juga menjadi beragam dan jumlahnya pun
menjadi beragam antara satu masyarakat penganut agama dengan masyarakat
lainnya.
Seperti yang kita ketahui
bahwa masyarakat Banten pernah mengalami proses sejarah yang panjang dengan
beragam perubahan sosial keagamaannya. Dalam berbagai catatan sejarah, tercatat
bahwa Banten pernah mengalami masa pra-sejarah dengan beragam kepercayaan lokal
semacam animisme dan dinamisme, masa Hindhu-Budha, masa Islam, masa kolonial
dengan misi ‘Kristenisasinya’. Hampir semua agama memiliki satu keyakinan bahwa
di balik alam yang kasat mata, terdapat alam gaib yang dikuasai oleh
kekuatan-kekuatan gaib, baik itu yang dipandang sebagai Tuhan, Dewa, Ruh dan
sejenisnya.
Masyarakat Muslim Banten
secara umum menyebutkan Tuhan sebagai Allah, Tuhan pencipta alama dan seluruh
isinya termasuk manuisa. Dia adalah dzat yang Maha Tunggal, tidak beranak dan
tidak diperanakkan, dan tidak ada yang serupa dengan-Nya. Tuhan tidak bisa
digambarkan dan dibayangkan dengan benda dan lukisan apapun. Menurut Quraih
Syihab menyatakan bahwa “meyakini Keberadaan Tuhan yaitu dengan cara melihat
dan memikirkan ciptaan-ciptaan-Nya. Tidak ada keraguan bagi Muslim Banten
tentang berbagai sifat Tuhan dalam Asmaul-Husna.
Namun, jika diamati secara mendalam, akan terlihat perbedaan tentang konsepsi
Tuhan antara satu komunitas Muslim dengan komunitas Muslim di daerah Banten.
Ini tergambar dari setiap do’a yang mereka panjatkan terkait kebutuhan mereka.
Bagi masyarakat petani di Banten, misalnya Tuhan barangkali memiliki konsepsi
dominan dalam alam pikirannya Dzat yang Maha Memberi dan Maha Melindungi;
memberikan mereka panen yang melimpah, dan melindungi tanaman mereka dari
kegagalan-kegagalan baik yang disebabkan oleh alam maupun ulah manusia. Bagi
masyarakat Nelayan, sifat Tuhan dikonsepsikan sebagai Dzat yang memiliki sifat
dapat melindungi mereka dari bahaya alam (laut), dan dapat memberi ikan lebih
banyak kepada mereka dan lain sebagainya.
Melacak asal-usul agama
melalui penelusuran berbagai mitos dan ritual keagamaan yang dimiliki oleh
masyarakat menurut mereka menjadi kunci penting dalam memahami ciri-ciri dan konsep-konsep
pokok tentang fenomena agama, karena agama dan kepercayaan mereka masih
dipandang sebagai kepercayaan atau agama yang masih sangat sederhana dan belum
banyak terkontaminasi oleh banyak interpretasi karena kebutuhan dan kepentingan
pragmatis manusia sebagaimana yang datang kemudian.
E.E Evans Pritchard
berpendapat bahwa fakta-fakta kehidupan primitif mempunyai arti yang penting
untuk dapat memahami suatu kehidupan sosial pada umumnya, selanjutnya,
agama-agama primitif adalah merupakan bagian dari agama pada umumnya, dan bahwa
semua orang yang berminat terhadap agama haruslah mengakui bahwa suatu studi
tentang pandangan dan praktik-praktik keagamaan pada masyarakat primitif yang
beraneka ragam coraknya, akan menolong kita untuk sampai pada hakikat agama dan
karenanya juga tentang apa yang dinamakan agama-agama yang lebih tinggi atau
agama-agama positif yang punya sejarah atau agama-agama wahyu, termasuk agama
kita.
Banyak teori tentang
asal-usul agama yang dikemukakan oleh para ahli antropologi awal. Teori tentang
asal-usul agama yang dihasilkan oleh para ahli tersebut sebagian berdasarkan
pada data-data etnografi dan etnologis yang dihasilkan oleh para pelancong,
misionaris, maupun oleh staf-staf kolonial di wilayah-wilayah yang menjadi
tempat jajahannya yang dipandang eksotis dalam bentuk catatan-catatan mengenai
beragam prilaku dan praktik keagamaan, maupun mitos-mitos keagamaan yang ada
pada masyarakat yang dipandang masih primitif.
Para antropolog
beransumsi bahwa Tuhan ini telah menjadi begitu jauh dan mulia sehingga dia
sebenarnya telah digantikan oleh ruh-ruh yang lebih rendah dan Tuhan-tuhan yang
lebih rendah dijangkau. Begitu pula menurut teori Schmidth selanjutnya, di
zaman kuto, Tuhan tertinggi digantikan oleh tuhan-tuhan kuil pagan yang lebih
menarik. Jika demikian, monoteisme merupakan salah satu ide tertua yang
dikembangkan manusia untuk menjelaskan misteri dan tragedi kehidupan.
Menurut Amstrong adalah
mustahil untuk membuktikan hal ini dengan cara apapun. Telah banyak teori
tentang asal-usul agama. Namun, nampaknya menciptakan tuhan-tuhan telah lama
dilakukan oleh manusia. Ketika satu ide keagamaan tidak lagi efektif, maka ia
akan segera diganti. Ide ini diam-diam sirna, seperti ide tentang Tuhan Langit,
tanpa menimbulkan banyak kegaduhan.
Idea tentang Tuhan
merupakan gagasan paling besar dalam sejarah peradaban manusia. Gagasan tentang
Tuhan yang dibentuk oleh sekelompok manusia pada satu generasi bisa saja
menjadi tidak bermakna bagi generasi lain. Tuhan dalam satu kepercayaan atau
satu agama tertentu digambarkan atau diimaginasikan secara berbeda dengan Tuhan
yang ada dalam kepercayaan dan agama lain. Bahkan, dalam satu agama atau satu
kepercayaan tertentu pun seringkali muncul perbedaan dan keragaman tentang
siapa Tuhan? Bagaimana bentuk-Nya? Dan sebagainya. Hal yang sama juga terjadi
pada umat islam. Meskipun umat islam hanya mengenal satu Tuhan yaitu Allah,
yang memiliki semua sifat kesempurnaan dan Maha Kuasa atas segala yang terjadi di
alam.
Secara normatif, Tuhan
yang diyakini oleh masyarakat Muslim Banten adalah Allah SWT. Tuhan Yang Maha
Esa, yang memiliki 99 nama (Asma’ul Husna)
yang menggambarkan Ke-Mahasempurnaan Tuhan, dengan 20 sifat wajib, 20 sifat
Mustahil, dan 1 sifat Jaiz. Mereka meyakini segala yang terjadi di dunia ini
adalah atas kehendak-Nya. Mempercai selain Allah dipandang sebagai prilaku
syirik (menyekutukan Allah), yang dapat membuat seseorang dianggap keluar dari
Islam.
Bagi masyarakat Banten
yang berprofesi sebagai petani, Allah diyakini sebagai Tuhan yang Maha Pengasih
dan Maha Kaya. Sifat Rahman dan Rahim Tuhan
dirasakan oleh petani bukan hanya karena Allah yang memberikan rizki kepada
seluruh manusia, karena hanya Allah juga yang membuat hasil panen berhasil
sekaligus bisa juga membuat hasil panen gagal, semua terjadi diyakini atas
kehendak Tuhan, manusia hanya bisa berikhtiar.
Sedangkan bagi pedagang,
selain sifat Rahman dan Rahim, Tuhan
diyakini sebagai dzat yang Maha Kaya, Maha Memberi rizki. Kemahakayaan Allah
tidak ada batasannya. Oleh karena itu manusia dituntut juga untuk berdoa agar
Tuhan memberikan rizky yang cukup. Selain berdo’a, pedagang juga mendatangi
kiai ahli hikmah untuk meminta wafak serta amalan-amalan untuk kelancaran usaha
mereka dan menurut mereka itu adalah salah satu bentuk ikhtiar karena memang
dagang tidak selamanya untung, ada yang namanya pasang surut sehingga selain
berdoa, ada ikhtiar lain yang dilakukan demi kelancaran usahanya.
Bagi sebagian guru, dan
siswa atau mahasiswa, Tuhan digambarkan sebagai Yang Maha Berilmu. Tuhan adalah
Sang Pemilik Ilmu, oleh karena itu, Dia lah yang mempunyai kemampuan dan
kekuasaan untuk memberikan hidayah ilmu kepada siapa yang Dia kehendaki. Dia
juga lah yang memberikan keberkahan ilmu dan meninggikan derajat kepada siapa
yang dikehendakinnya. Sehebat apapun seorang guru memberikan pelajaran kepada
murid-muridnya, dia tak akan bisa membuat mereka menjadi lebih padan dan
pintar. Tuhan lah yang melakukan-Nya. Namun, demikian manusia harus tetap
berusaha semaksimal mungkin, tinggal hasilnya diserahkan kepada Sang Pemilik
Ilmu, yaitu Allah.
Dengan demikian,
sebenarnya Tuhan yang secara normatif oleh orang Banten diyakini sebagai Tuhan
Yang Esa, Yang Maha Sempurna, Maha Segalanya, sebenarnya secara praktik masih
memiliki banyak interpretasi. Imaginasi manusia tentang Tuhan Yang Maha Satu
nampaknya terlalu abstrak sehingga terlalu jauh untuk dijangkau, sehingga
mereka mencoba menciptakan “Tuhan-Tuhan Lokal” yang dapat memenuhi kebutuhan
pragmatis mereka sesuai dengan kondisi sosial budaya yang ada pada manusia.
Tuhan lokal disini adalah
bahwa “Tuhan Yang Real” yang diyakini oleh umat Islam dimanapun sebenarnya sama
dan satu. Namun, Kemahasempurnaan Tuhan Yang Keberadaan-Nya Mutlak. Ada sulit dilukiskan dan digambarkan
oleh nalar dan akal manusia yang sangat terbatas. Sehingga, yang muncul dalam
imaginasi manusia adalah sifat-sifat Tuhan yang memang sering mereka temui
dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Biodata Penulis
Nama :
Aris Muzhiat
Status : Mahasiswa jurusan SKI di UIN SMH Banten
No.Hp :
0895338007758
Email :
Muzhiataris@gmail.com
Organisasi : Relawan Bantenologi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar