MANTRA
BANTEN
Citra
Banten sebagai wilayah religius dan sebagai pusat praktik ilmu-ilmu gaib
(magic) sudah dikenal luas bukan hanya oleh masyarakat Banten pada khususnya,
tapi juga oleh masyarakat Indonesia. Dalam hal ini, Martin van Bruinessen dalam
bukunya Kitab Kuning, Pesantren dan
Tarekat: Tradisi-Tradisi Islam di Indonesia menyebut Banten sebagai ‘a heaven of the occult sciences (tempat
bersemayamnya ilmu-ilmu ghaib). Debus, ilmu dan praktik kekebalan atas api dan
benda-benda tajam, adalah contoh paling kongkret dari tradisi magic di Banten
yang sudah ada sejak zaman kesultanan sampai saat ini. para guru atau syekh
debus dalam pertunjukannya melibatkan seluruh rangkaian praktek-praktek magic.
Teknik-teknik yang mereka gunakan menurut Martin Van Bruinessen adalah suatu
capuran antara magic islam dan magic pra-islam, formula-formula yang digunakan
memasukan do’a-do’a Islam berbahasa Arab di samping formula-formula magic
berbahasa Jawa dan Sunda.
Dalam
konteks budaya Banten, mantra (magical
formula) memiliki fungsi yang sangat penting bagi individu-individu yang
memiliki kepercayaan dan keyakinan tentang kekuatan gaib di dalam mantra
tersebut. Sehingga ketika seseorang mengamalkan mantra atau do’a-do’a tersebut akan
ada kekuatan tersendiri yang masuk ke dalam tubuh manusia itu sendiri.
Secara
etimologis, kata mantra berasal dari bahasa sansekerta yang terdiri dari kata man/manas dan tra/tri yang berarti
berfikir atau melindungi; melindungi pikiran dari gangguan jahat. Dari
pengertian ini, kita bisa mengetahui bahwa mantra lebih bernilai atau bermakna
positif, bukan untuk kejahatan. Menurut Haroen daod, berpendapat bahwa kata
‘mantera’ berasal daripada bahasa sanskrit, yaitu ‘mantra’ atau ‘manir’ yang
merujuk pada ucapan-ucapan kudus dalam kitab suci weda, mengandung unsur magis
dan jampi serapah. Mantra menjadi amalan yang melingkupi seluruh hidup
masyarakat hindu, terutama untuk tujuan kebaikan.
Namun
demikian, bukan berarti bahwa mantra bermula dari kepercayaan agama Hindu yang
telah diakomodasi dan mengalami asimilasi dan akulturasi pada agama-agama dan
kepercayaan-kepercayaan yang lain. Karena berdasarkan hasil dari beberapa
penelitian ahli antropologi dan sosiologi, keberadaan mantra sudah ada sejak
zaman animisme dan menjadi bagian dari aktivitas religius masyarakat perimitif.
Sedangkan
menurut Hartarta, ada dua makna yang terkandung dalam mantra, yakni mantra
dalam makna yang tertinggi dan makna yang lebih rendah. Dalam makna yang lebih
rendah, mantra diartikan sebagai rumusan gaib untuk melepaskan berbagai
kesulitan atau memenuhi berbagai macam keinginan duniawi, tergantung pada motif
pengucapan mantra tersebut, sebagaimana yang banyak ditemukan di dalam
peraktik. Sedangkan mantra dalam makna yang lebih tinggi pada umumnya diartikan
sebagai buah kata atau suku kata yang sangat kuat, yang di dengar oleh
seseorang yang mengucapkannya.
Di zaman yang serba berkembang dan kemajuan teknologi saat ini, keberadaan mantra masih eksis dikalangan masyarakat Banten, berbagai ritual dan amalan sering dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini yang menjadikan mantra masih dianggap sebagai kepercayaan yang sangat penting hingga saat ini. Meskipun sebagian orang sudah tidak mengamalkan mantra dan menggantinya dengan bacaan do'a-do'a yang bersumber dari ayat-ayat al-Qur'an, namun penggunaan mantra masih tetap di percaya misalnya masih ada masyarakat yang membawa anaknya ke orang pintar dan dukun ketika mau disapih (berhenti menyusui ASI), memandikan pusaka, menanam padi, dan sebagainya.
Di zaman yang serba berkembang dan kemajuan teknologi saat ini, keberadaan mantra masih eksis dikalangan masyarakat Banten, berbagai ritual dan amalan sering dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini yang menjadikan mantra masih dianggap sebagai kepercayaan yang sangat penting hingga saat ini. Meskipun sebagian orang sudah tidak mengamalkan mantra dan menggantinya dengan bacaan do'a-do'a yang bersumber dari ayat-ayat al-Qur'an, namun penggunaan mantra masih tetap di percaya misalnya masih ada masyarakat yang membawa anaknya ke orang pintar dan dukun ketika mau disapih (berhenti menyusui ASI), memandikan pusaka, menanam padi, dan sebagainya.
Manta tidak bisa dihilangkan begitu saja dari memori pikiran manusia, karena mantra sejatinya telah lama melekat pada kehidupan sosial mereka, sehingga walaupun dunia telah berubah dari tradisional menjadi modern, namun mantra masih tetap bertahan sampai saat ini. Karena mantra termasuk kedalam tradisi lisan. Mantra Banten merupakan kepercayaan lokal dan tradisi agama. Oleh karena itu bagi
masyarakat Banten, mantra dianggap sebagai salah satu kebudayaan yang berkembang secara turun-temurun oleh masyarakat lokal melalui lisan, yang hingga saat ini masih selalu dipakai pada
acara-acara ritual yang masih dilaksanakan oleh masyarakat Banten sehingga eksistensinya
masih dibutuhkan oleh masyarakat Banten sampai saat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar