Kamis, 21 Desember 2017

Malaikat Jiwa

MALAIKAT JIWAKU

Oleh 
AMI Nazzam


Engkau malaikat bagiku
Kasih sayangmu membuat aku nyaman
Di dekatmu....
Kau menjagaku dari pagi hingga pagi lagi
Engkau korbankan waktu istirahatmu
Untuk bermain bersamaku...
Keringatmu menjadi bukti
Betapa lelahnya engkau menjagaku
Tapi senyuman manis dari bibirmu
Seakan menutupi rasa lelah
Yang hinggap di tubuhmu
Engkau rela kedinginan demi menghangatkan
Tubuhku ini....
Semangatmu tak pernah padam
Demi membahagiakanku..
Ibu..Jasamu tak dapat dibayarkan harta 
meski lautan emas sebagai gantinya
Terima kasih malaikat jiwaku
IBU..
                      

Minggu, 17 Desember 2017

Wakhia 1850



Pemberontakan Ki. Wakhia di Gudang Batu
Oleh
AMI Nazzam

Riwayat Hidup Ki. Wakhia
Ki Yahya adalah salah satu ulama karismatik yang berasal dari kampung Gudang Batu yang berada di desa Waringin Kurung, penduduk Gudang Batu sering memanggilnya dengan nama Ki Wakhia. Dia terlahir dari keluarga yang cukup terpandang di tempat kelahirannya. Yahya atau Ki Wakhia lahir di kampung Gudang Batu, di desa Waringin kurung, namun tanggal dan tahun kelahirannya belum diketahui sampai saat ini.
Ki Wakhia dikenal memiliki pengaruh besar di kalangan penduduk, karena selain memiliki ilmu agama yang cukup tinggi, dia juga di pandang sebagai ulama yang kaya dan terpandang di Gudang Batu. Ki Wakhia memiliki kepribadian yang sederhana dan tegas dalam melawan kebajikan, sehingga ia dihormati dan disegani oleh kalangan penduduk Gudang Batu.
Ki Wakhia menikahi wanita yang berasal dari kampung kelahirannya, namun nama istri Ki Wakhia tidak diketahui namanya hingga saat ini, dari pernikahannya itu Ki Wakhia dikaruniai 3 orang putra dan 2 orang putri. Berikut ini adalah nama-nama anak Ki Wakhia :
1.      Madinah                (Tinggal dan menetap di Lampung)
2.      Afar                       (Tinggal dan menetap di Lampung)
3.      Nyi Aminah          (Tinggal dan Menetap di Banten)
4.      Nyi Raina             (Tinggal dan Menetap di Banten)
5.      Satu orang putra yang tidak diketahui namanya (Tinggal dan menetap di Mesir)
Sebagai ulama yang cukup disegani di Gudang Batu, Ki. Wakhia juga sering memperhatikan keadaan masyarakatnya yang sangat memprihatikan, tidak jarang ia menyaksikan sendiri bagaimana masyarakat yang ditindas dan diperlakukan secara tidak adil oleh pemerintah kolonial Belanda. Hal itulah yang membuat Ki. Wakhia sangat benci kepada penjajah Belanda[1].
Ki Wakhia dengan sifat keberanian dan ketegasannya menjadi salah satu orang yang berpengaruh dalam melancarkan kerusuhan yang terjadi di Gudang Batu, berupa pemberontakan terhadap pemerintahan kolonial Belanda, sehingga terjadi pemberontakan pada tahun 1850 oleh penduduk Gudang Batu. Hingga akhirnya Ki. Wakhia tertangkap oleh kolonial Belanda pada 1856 dan dihukum mati, setelah sekian lama menjadi buron pasukan kolonial Belanda.
Pergolakan Sosial dan Pemberontakan Pertama di Gudang Batu
Kekuasaan kolonial Belanda dalam sistem pemerintahan telah membuat keresahan pada masyarakat Cilegon khususnya di Gudang Batu. Penindasan yang terus-menerus dilakukan oleh pemerintah Belanda membuat penduduk Gudang Batu semakin membenci Belanda. Kebijakan membayar pajak tanah serta pajak kekayaan kepada pemerintah penjajah, semakin menambah beban penderitaan penduduk, karena bagi penduduk yang tidak membayar pajak akan dikenakan hukuman sebagai penggantinya,
Selain peraturan pajak yang ditetapkan oleh pemerintah Belanda, ada pula tuan-tuan tanah Belanda yang bermunculan menguasai rakyat. Bagi penduduk yang tinggal dan bertani kepada tuan tanah, harus membayar pajak kepada tuan tanah sedangkan penduduk yang melalaikan kewajiban membayar pajak kepada tuan tanah akan merasakan kekejaman yang dilakukan oleh tuan tanah yang menganggapnya sebagai budak.
Kebijakan pajak, sistem politik yang memburuk yang dilakukan oleh pemerintah Belanda telah menimbulkan keresahan dan ketidakpuasan di kalangan penduduk membuat pergolakan-pergolakan sosial di kalangan masyarakat Gudang Batu. Hal ini yang mendominasi terjadinya gerakan-gerakan sosial yang timbul di masyarakat Gudang Batu. Penduduk yang sangat membenci pemerintah Belanda sering melakukan perlawanan dan pemberontakan. Setiap pergerakan rakyat Banten yang menentang pemerintahan Belanda, penduduk Gudang Batu akan ikut membantu melawan kolonial Belanda.
Untuk menghadapi setiap pergolakan yang terjadi di Gudang Batu. Pihak pemerintah kolonial Belanda selalu bersikap hati-hati dalam melakukan tindakan terhadap penduduk yang dicurigai telah berbuat kekacauan.
Perlawanan penduduk Gudang Batu pertama terjadi sekitar tahun 1840 di bawah pimpinan  Ki Wakhiah salah satu ulama yang disegani di Gudang Batu, rakyat Gudang Batu telah meluapkan rasa bencinya kepada penjajah Belanda, mereka melakukan perlawanan dan membunuh 15 orang staff administrasi distrik.
 Pemerintah kolonial Belanda di Serang yang mendapat laporan dari bawahannya tentang peristiwa perlawanan rakyat Gudang Batu seperti mendapat tamparan yang sangat memalukan, kejadian itu dianggap sebagai pemberontakan kepada pemerintah. Pasukan kolonial Belanda membuat strategi untuk memadamkan perlawanan penduduk Gudang Batu dan menangkap para pemimpin perlawanan penduduk.
Pemberontakan rakyat Gudang Batu mendapatkan perlawanan dari pasukan kolonial Belanda, strategi yang dibuat oleh pasukan Belanda berhasil membuat rakyat Gudang Batu mundur dan akhirnya pasukan Belanda berhasil menundukan perlawanan rakyat Gudang Batu, para pemimpin perlawanan rakyat berhasil melarikan diri dari kejaran pasukan kolonial Belanda dan Ki Wakhia melarikan diri dan bersembunyi ke Lampung.
Pemberontakan Kedua Wakhia 1850 di Gudang Batu
Setelah kegagalan yang dialami pasukan Gudang Batu dan menjadi buron pasukan kolonial Belanda,  Ki Wakhia kemudian pergi ke Mekah untuk naik haji. Tahun 1847 ia kembali sebagai seorang haji di desanya. Kembalinya Ki Wakhia di sambut dengan suka cita oleh seluruh keluarga dan pengikutnya. Berita tentang kedatangan ulama yang sangat berpengaruh itu dengan cepat tersebar dikalangan pemimpin-pemimpin perlawanan rakyat seperti Tubagus Iskak, Mas Diad, Nasid dan Penghulu Dempol.
Pihak pemerintah Kolonial Belanda telah mendengar tentang kembalinya Ki Wakhiah ke Gudang Batu. Namun pihak Belanda bersikap hati-hati dalam menghadapinya, karena penduduk Gudang Batu masih bermusuhan dan sangat membenci pemerintah. Pihak Belanda tidak melakukan tindakan apa‑apa terhadap Ki Wakhia, selama ulama besar itu tidak melakukan perbuatan yang dinilai membahayakan kekuasaan pemerintah kolonial Belanda.
Kembali Ki Wakhia tidak mau membayar pajak dan tidak mendaftar kepada pemerintah kolonial Belanda, maka ia dipanggil untuk menghadap residen, akan tetapi sia-sia karena Ki Wakhia tidak kunjung datang untuk menemui panggilan residen. Karena pemerintah mengkhawatirkan akibat-akibat yang tidak menyenangkan, maka tidak dilakukan penangkapan atas dirinya.
Ketiadaan sikap yang tegas di pihak pemerintah terhadap Haji Wakiah dan penduduk Gudang Batu telah memperkuat rasa bangga mereka dan kesediaan mereka untuk mengikuti setiap pemimpin. Penduduk Gudang Batu yang terkenal suka memberontak sejak zaman dahulu dan membuat mereka menjadi tulang punggung pemberontakan. Tubagus Iskak kemudian mengajak Haji Wakhia ikut dalam rencana pemberontakan mereka yang kedua di Gudang Batu. Seruan Haji Wakhia rupanya telah disambut dengan semangat yang menyala-nyala dan penduduk Gudang Batu berjanji untuk ikut dalam pemberontakan dan berjuang melawan pemerintahan kolonial Belanda terang-terangan.
Tempat pemusatan lainnya adalah Pulau Merak dan sekitarnya, dimana akan ditempatkan orang-orang Lampung di bawah pimpinan Mas Said untuk tujuan itu diperlakukan loyalitas pemuka-pemuka setempat dan dukungan materi oleh Tubagus Iskak, Mas Derik, dan Nasid. Sementara Haji Wakhia dan Penghulu Dempol memipin penduduk Gudang Batu dan Sekitarnya.
Selama berkorbarnya pemberontakan dalam beberapa minggu pertama pejabat-pejabat pemerintah tidak dapat mengetahui apa yang menyebabkan kerusuhan-kerusuhan kembali terjadi. Pemerintah tidak dapat mengambil tindakan tegas selama pengomplot-pengomplot utamanya belum diketahui. Situasinya menjadi gawat ketika berlangsung selama tiga minggu pemerintah belum berhasil menangkap seorangpun dari para pemimpin pemberontakan.
Berbeda dengan pemberontakan yang dilakukan penduduk Gudang Batu sebelumnya, gerombolan-gerombolan sekarang lebih melakukan sistem berpencar. Gerombolan yang dipimpin oleh Mas Derik dan Nasik berada di pegunungan sebelah timur Pulau Merak, sebuah gerombolan lainnya di bawah pimpinan Mas Diad dan Tubagus Iskak beroperasi di distrik Banten, sementara Haji Wakhia dan Penghulu Dempol dan anak buahnya beroperasi di daerah barat bukit-bukit Simari Kangen.
Selama kurang lebih tiga bulan gerombolan-gerombolan maju mundur, diselingi serangan terhadap desa-desa atau kota-kota kecil, seperti Tanjuk dan Anyer. Semakin lama mereka semakin terpaksa mengambil posisi bertahan. Pertempuran di Tegalpapak pada 3 Mei 1850 merupakan pukulan yang hebat bagi kaum pemberontak, satu demi satu pemimpin-pemimpin mereka ditawan, akan tetapi dua orang diantara mereka, Tubagus Iskak dan Haji Wakhia berhasil lolos dan bersembunyi di Lampung. Disana Haji Wakhia ikut dalam pemberontakan yang dilancarkan oleh Singabranta, Haji Wakhia akhirnya jatuh ke tangan pasukan pemerintah pada tahun 1856 dan dihukum, ia meninggalkan seorang istri dan beberapa orang anak. Setelah penangkapan Haji Wakhia tidak adanya kegiatan apa-apa di pihak pemberontak, karena penduduk Gudang Batu sudah kehilangan bimbingan.


Sumber :
Kartodirdjo, Sartono. Pemberontakan Petani Banten 1888, hlm. 177
Arsip Belanda


[1] Sartono Kartodirdjo. Pemberontakan Petani Banten 1888, hlm. 177

Alampun Menyapa dengan Cinta



ALAM PUN MENYAPA DENGAN CINTA

Oleh

AMI Nazzam


Embun di pagi itu terlihat tersenyum


Membuat hatiku terasa tenang

Di hiasi udara – udara kehidupan

Yang serba unik...

Menyadarkan bahwa aku berada diantara ciptaan-Nya

Yang agung dan beranekaragam

Dan pohon juga ikut menyapaku dengan tarian

Seolah – olah dia sedang menyapaku

Dengan cintanya....

Gunung pun tak mau kalah untuk menyapaku

Dengan keindahan yang masih terselimuti oleh embun kenangan

Dan itu semua membuat ku sadar

Bahwa aku hanyalah hamba bagian dari ciptaan-Nya yang amat

Dan selalu lalai mensyukuri karunia cinta dari-Nya

 

 


 

Selasa, 12 Desember 2017

Perang Saudara Sultan Ageng Vs Sultan Haji



PEREBUTAN KEKUASAAN KESULTANAN BANTEN Part 1
(Perang Saudara (Sultan Ageng Tirtayasa VS Sultan Haji)
Oleh
AMI Nazzam


A.    Sultan Abdul Nasr Abdul Qohar Pergi Haji
Kota Banten mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam bidang ekonomi dan maritim, ketika Banten dibawah kepemimpinan Sultan Ageng Tirtayasa pada abad ke XVII. Banten telah menjalin kerja sama dengan Negara-negara eropa seperti portugis,inggris dll. Selain memiliki kepandaian mengelolah perekonomian dan irigasi, Sulthan Ageng juga memiliki kepandaian dalam berpolitik sehingga Banten mengalami peningkatan secara signifikan. Sehingga Banten  masuk ke dalam 10 kota terbesar di dunia, dengan hasil rempah-rempahnya.
Sultan Ageng Tirtayasa memiliki seorang anak yang sangat baik bernama Abdul Nasr Abdul Qohar atau sering disebut dengan sebutan Sultan Muda/ Sultan dzakar (Sultan Haji). Suatu hari Sultan Haji menghadap kepada ayahnya yang sedang duduk di singgahsana istana Surosowan datanglah Sultan Muda menghadap kepadanya.
Sultan Haji berkata, “Wahai Ayahanda,saya minta izinkah anakmu ini ingin pergi menunaikan ibadah haji ke Mekkah dan ziarah ke makam kanjeng Nabi, saya mau lulus dalam mengabdikan diri hamba kepada Allah SWT”.
Sultan Ageng menjawab “Apa? Kamu ingin pergi ke Mekkah, ayah tidak izinkan kamu pergi berlayar ke Mekkah, akan ada bahaya besar yang akan terjadi, jika kamu menuju Mekkah sekarang”.
Sultan Haji “Bahaya besar bagaimana ayahanda?, hamba hanya ingin menunaikan ibadah haji sebagai penyempurna ibadah hamba, maaf ayah hamba akan tetap pergi ke Mekkah karna ini telah menjadi keputusan hamba” (Sultan Haji lalu pergi meninggalkan tempat singgahsana ayahnya).
Sulthan Ageng Tirtayasa (berbicara dalam hatinya), “Ya Allah, keinginan anak hamba sudah tidak bisa tertahan lagi untuk pergi haji, hamba takut ya Allah apabila anak hamba bertemu sang ratu nanti akan terjadi kerusuhan di Negara Banten ini”.
Hati Sultan Ageng menjadi bimbang apakah dia mengizinkan anaknya untuk pergi haji atau tidak, keputusan yang harus dipikirkan secara matang supaya tidak terjadi kehancuran di negaranya. Sultan Ageng Tirtayasa melamun memikirkan keinginan anaknya yang tetap ingin pergi ke Mekkah. Tidak lama kemudian datanglah Sultan Haji menghadap kanjeng rama dengan membawa pakaiannya, sehingga membuyarkan segala lamunan kanjeng rama atau Sultan Ageng Tirtayasa.
Sultan haji berkata “ini sudah menjadi perjanjian, asalkan saya diizinkan kepada kanjeng gusti, saya akan sujud lagi kepada kanjeng Nabi dan menyembah kepada yang maha kuasa, semoga niat tulus saya membuat kanjeng rama mengizinkan saya untuk pergi”.
Sultan Ageng (bicara dalam hati), “Ya Allah, anak hamba yang baik hati ini akan pergi ke Mekkah. Tolong jaga anak hamba dari marabahaya yang akan menimpannya selama di perjalanan”.
Akhirnya kanjeng rama mengizinkan sultan Haji untuk pergi menunaikan ibadah haji dan meluluskan ilmu agamanya, kanjeng rama memberikan bekal berupa uang dan makanan untuk dipergunakan selama diperjalanan dan memerintahkan punggawanya agar menyiapkan perahu untuk Sultan Anom. Namun sebelum keberangkatannya kanjeng rama berpesan kepada anaknya, “kalau kamu pergi haji jangan singgah di negara yang bernama pulau putri, disitu  terdapat seorang putri yang sangat cantik dan kecantikannya seperti bidadari, kamu pasti akan jatuh hati, ingatlah pesan rama ini setelah kamu selesai menunaikan haji cepatlah kembali kesini” Ujar Sultan Ageng Tirtayasa.
Sultan Ageng melamun, merasa susah hati dengan putranya yang sudah menaiki kapalnya, perlahan kapal Sultan muda berjalan dan menghilang dari pandangan kanjeng rama. Kapal Sultan muda telah sampai ketengah lautan, satu persatu  pulau telah dilalui dan ketika kapal sampai di pulau pinang jangkar kapal ditarik, kapal Sulthan muda terus berjalan menuju Madinah.
Setelah sampai di Madinah Sultan turun dari kapalnya dan berjalan menuju Masjidil haram, sesampainya di sana Sultan haji melakukan tawaf di Masjidil haram untuk melaksanakan ibadahnya, lalu Sultan haji melakukan ziarah ke makam nabi dan melakukan sujud kepada kanjeng nabi. Setelah selesai Sulthan haji meneruskan ibadahnya dengan melakukan wirid dan martabah 7 dzikir jahar dan dzikir saman, Sultan haji juga tidak lupak melakukan thoriq kepada para wali yang berada di daerah Madinah tersebut.
Sultan Muda sudah melaksanakan semua ibadahnya dan memutuskan untuk pulang ke tanah kelahirannya, lalu Syekh Ahmad berkata kepada Sultan Muda, “apabila pangeran akan pulang ingatlah pesan kanjeng rama, jangan sekali-kali kamu mampir ke pulau putri, nanti kamu akan jatuh hati padanya dan akan ada masalah besar yang melanda daerah pangeran” ujar syekh Ahmad, Sultan Muda hanya menganggukan kepala dan tersenyum kepada syekh Ahmad dan meminta izin untuk pulang.

B.     Terdampar di Pulau Putri
Sultan Haji pergi menuju kapalnya yang bersandar di dermaga dan langsung menaiki kapalnya tersebut, perlahan kapalnya mulai berjalan ke tengah laut dan sultan, namun ketika dalam perjalanan pulang, kapal Sultan Haji terbawa oleh angin menuju ke arah barat sehingga kapalnya terdampar di pulau putri.Sultan Haji kebingungan kenapa kapalnya bisa terdampar di pulau yang belum pernah ia kunjungi, akhirnya sultan turun dari kapal memasuki pulau putri itu untuk bertanya kepada penduduk yang tinggal di pulau itu dan meminta izin untuk tinggal di pulau asing itu untuk beberapa hari.
Tak lama kemudian ada seorang gadis berparas cantik berjalan melewati Sultan Haji, sultan pun kaget dan penasaran dengan seseorang yang baru saja berjalan melewatinya, tersentak hatinya  lalu berkata “siapakah tadi yang lewat di hadapanku, apakah jin ataukah syaithan”, tadi yang melewati saya apakah dia manusia ataukah dewa, saya belum pernah melihat orang seperti dia, Sultan Haji merasa penasaran dan mencoba menghampiri gadis itu.
Sultan Haji berkata, “hai gadis, kamu itu manusia, apakah jin, apakah setan, ataukah manusia”
Sang Putri menjawab dengan suara yang halus, “saya manusia tuan, saudara dari raja Pandita yang paling dihormati di pulau ini”.
Sultan haji menjawab, “maafkan saya gadis, karna saya baru melihat seseorang yang memiliki kecantikan seperti dirimu, kalau boleh saya tahu siapa namamu ?”
Sang Putri membalas, “nama saya Putri tuan”
Sultan Haji berkata, “Maaf kalau saya lancang, apakah Putri yang cantik ini telah memiliki suami?”.
Sang Putri Menjawab dengan halus, “saya belum memiliki suami tuan, tidak ada orang yang sudi meminang saya yang seperti ini tuan”.
Sultan Haji berkata, “benarkah, bodoh sekali laki-laki yang tidak bisa melihat kecantikan sang Putri, kalau begitu sudikah engkau menikah dengan anak Sultan Banten ini”.
Sang Putri merasa tersentak dengan tawaran pangeran Abdul Kahar itu yang meminta untuk meminang dirinya. Panggilan pangeran memudarkan lamunannya, sang Putri masih tidak percaya dengan perkataan pangeran Banten itu yang begitu cepat menawarkan dirinya untuk menjadi suami sang Putri.
Sang Putri berkata dengan halus, “jika tuan benar-benar bersedia meminang hamba, maka tuan harus meminta izin terlebih dahulu kepada saudara hamba yaitu raja Pandita, apakah tuan bersedia?”.
Sultan Haji menjawab, “saya bersedia, antarkan saya bertemu menghadap saudaramu, saya akan meminta izin untuk menikahimu, saya akan melakukan apapun asalkan kamu mau menikah denganku”.
Sang Putri akhirnya mengantar Sultan Haji pergi untuk menemui raja Pandita, Sultan Haji lupa dengan pesan ayahnya akibat terpesona dengan kecantikan sang Putri. Mereka terus berjalan memasuki pulau putri tersebut. Sultan Haji berjalan sambil melihat keindahan alam yang bersih dan dihiasi oleh air terjun yang begitu indah seakan memanjakan mata Sultan Haji.
Sementara di daerah Banten tepatnya di istana Surosowan, Sultan Ageng Tirtayasa merasa cemas dengan putranya yang tidak kunjung pulang, apakah dia singgah ke pulau putri itu, kalau dugaanku benar maka celakalah negeri ini, ujar Sultan Ageng dalam hatinya. Walau dengan keadaan bimbang seperti itu Sultan Ageng tetap menjalankan pemerintahannya, tapi pikirannya sekarang terbagi dua antara tugas pemerintahan dan nasib anaknya sekarang.
Sultan Abdul Kahar (Sultan Haji) dan sang Putri pun sampai di istana raja Pandita, lalu sang putri mempersilahkan masuk untuk menemui raja Pandita, kedatangannya disambut baik oleh raja Pandita dan penghuni istana. Karna raja Pandita tahu akan ada Sultan Banten yang akan mampir kesini dan itu adalah kesempatan bagi raja Pandita yang keinginannya menghancurkan daerah Banten tersebut.
Sang Putri, “maaf kanda saya telat pulang, saya membawa seseorang yang terdampar di pulau ini, dia adalah Sultan dari negeri Banten dan ingin menumpang istirahat disini”.
Raja Pandita, “ohhh,iya, saya pernah dengar negeri Banten itu, selamat datang pangeran di negeri kami yang sangat sederhana ini, semoga pangeran berkenan untuk singgah disini”.
Sultan Haji, “iya tuan, hamba dari Banten yang terdampar di pulai ini dan ingin singgah untuk beberapa hari, tempat ini begitu indah dan besar”.
Sang Putri dengan suara yang halus , “kanda, saya pamit pergi ke kamar dulu, mari pangeran”.
Sultan Haji, “maaf tuan, saya ingin bilang sesuatu kepada tuan, masalah yang membuat saya dilema, saya ingin memintan izin kepada tuan bahwa saya ingin meminang saudara tuan yaitu Putri, apakah tuan bersedia merestui kami”.
Raja Pandita sejenak terdiam dan berfikir tentang tawaran Sultan Haji yang ingin meminang saudaranya, raja Pandita berfikir bahwa ini kesempatan emas untuk bisa pergi mengunjungi Banten dan bertemu dengan Sultan Ageng Tirtayasa kemudian menghancurkan negeri banten.
Raja Pandita Menjawab, “baik aku akan merestuimu dengan Putri, kamu harus patuh dengan apa yang aku katakana dan kita akan lakukan pernikahan itu besok”.
Sultan Haji, “benarkah tuan merestuiku, terimakasih tuan hati ini rasanya tidak percaya bisa meminang gadis secantik sang Putri”.
Akhirnya Sultan Haji dan sang putri akan melakukan resepsi pernikahannya esok hari, namun raja pandita sudah memiliki strategi yang sangat cemerlang agar dia bisa pergi ke Banten dan menyamar menjadi Sultan Haji, pagi hari sebelum pernikahan raja pandita menemui Sultan Haji ke kamarnya yang sedang mempersiapkan pakaiannya.
Raja Pandita, “permisi, bolehkah saya memasuki kamar pangeran, saya ingin berbicara dengan pangeran”.
Sultan Haji, “ohh iya, silahkan masuk”.
Raja Pandita, “lepaskanlah semua pakaian pangeran, nampaknya itu sudah terlalu kusam untuk acara pernikahan pangeran, ini saya ganti dengan gamis yang terbuat dari sutra, ikat pinggang yang sangat bagus yang terbuat dari emas dan mahkota yang terbuat dari intan berlian, pasti pangeran akan semakin tampat ketika bertemu dengan Putri, biar saya ambil pakaian Sultan haji yang sudah kusam ini”.
Pernikahan pun dilaksanakan pangeran sudah masuk ke dalam istana, Sultan Haji hatinya sangat bahagia bisa menikah menjadi sepasang pengantin dan terpanah melihat kecantikan istrinya sampai dia melupakan janji rama kepadanya supaya tidak mampir di pulau putri itu.
Sementara raja Pandita sudah mengganti pakaianya dengan pakaian Sultan Haji dan pergi ke dermaga untuk mencari kapal sultan haji, setelah dia menemukan kapal yang di pakai Sultan haji, dia naik dan kapal berjalan meninggalkan dermaga, raja Pandita akhirnya menuju ke daerah Banten. Dia telah berhasil mempengaruhi Sultan Haji.
“Andaikan saya ajak kamu ke negeri pangeran di istana kanjeng rama dan saya dudukan di kursi, maka kamu akan menjadi ratu disana” ujar sultan haji. Sang Putri membalas perkataan pangeran dengan halus, “dulu raja Pandita pernah berkata ingin menghancurkan negeri yang bernama Banten tersebut. Akhirnya Sultan Haji melamun dan berfikir sedalam hati, “kalau saja raja Pandita benar menuju ke Banten dengan pakaianku, maka pasti akan terjadi kekacauan di negeri Banten itu.Ketika Sultan Haji pergi ke dermaga ternyata kapalnya sudah tidak ada, raja Pandita sudah pergi jauh menuju ke negeri Banten.
C.    Perang Saudara
Raja Pandita sudah sampai Betawi lalu turun dari kapalnya, kemudian raja Pandita bertemu dengan Jendral Adler Smit, raja Pandita berkata “ya tuan, saya baru saja pulang dari Mekkah melaksanakan ibadah haji dan saya adalah putra Sultan di negeri ini, kalau saya tidak diakui karna lama meninggalkan negeri ini dan terjadi kerusuhan maukah tuan membantu saya”.
Jendral Adler Smit membalas perkataan Sultan Haji, “kalau kamu tidak diakui dan terjadi perang saya akan membantu tapi kalau ada imbalannya”.
Raja Pandita (Sultan Haji palsu), “kalau kamu membantu saya ketika ada perang di negeri Banten maka saya akan kasih negeri ini sebagai imbalannya”.
Sultan Haji lalu pergi ke dermaga dan menarik layar kapal menuju ke negeri Banten untuk bertemu dengan Sultan Ageng Tirtayasa, kapalnya pun sudan berhenti lalu Sultan Haji naik di tanah santun tersebut. Sultan Haji ingin bertemu dengan Sultan Ageng namun nampaknya Sultan Ageng tidak mau menemui Sultan Haji, Sultan Ageng duduk di alun-alun namun tidak menemui Sultan Haji, karna sudah beberapa hari Sultan Ageng, warga, dan punggawa menunggu dia pulang haji. Lamanya menunggu dan tidak berjumpa  sebagian warga, punggawa patuh kepada Sultan Haji.
Pada suatu hari Sultan Haji pergi ke Betawi untuk menemui Jendral Adler Smit dan berkata, “dulu saya pernah berjanji akan membantu, saya sudah tinggal disana dan tidak pernah kanjeng rama menemui saya, kalau tuan mau membantu sekarang juga. Jendral pun akhirnya mau membantu Sultan Haji dan pergi ke negeri Sultan haji.
Akhirnya terjadilah peperangan antara Sultan Ageng dan Sultan Haji yang di bantu dengan serdadu Belanda. Jendral pun berkata kepada Sultan Haji, “sudah susah saya meladeni prajurit Sultan Ageng karna mereka sudah bersiap-siap melawan para serdadu kita”. Prajurit Sultan Ageng mengalami kekalahan dan akhirnya Sultan Ageng membakar Keraton Surosowan lalu menghancurkan semua isi Keraton Surosowan. Sultan Ageng akhirnya pergi menemui Jendral Inggris, supaya mereka mau membantu untuk melawan serdadu Belanda, namun Jendral Inggris tidak mau membantunya dengan alasan tidak mungkin ayah berkelahi dengan anaknya sendiri lalu Jendral Inggris pergi meninggalkan Sultan Ageng.
Sultan Ageng melarikan diri pergi menerobos hutan dan sampai ke desa Ulaban, disitu sudah ramai orang membaca Al-Qur’an dan membaca kitab semuanya sudah masuk islam. Akhirnya Sultan Ageng tinggal lama di Tirtayasa dan bergabung dengan masyarakat Tirtayasa. Di negeri Sultan Haji sudah siap semua para serdadu Belanda dan orang Jawa. Sultan haji berseru agar mereka pergi ke Tirtayasa untuk melanjutkan peperangan, serdadu Belanda dan orang Jawa sudah menyiapkan pistol Senapan, meriam, obat-obatan dan pistol kecil serta pelurunya sudah mereka siapkan.
Pasukan Sultan Haji mulai naik ke atas perahu dan sudah ke tengah lautan dan menyiapkan layar kapal sudah berjalan di muara Pontang, balik dari kali Pontang sesampainya di ujung, semua sudah bersiap dengan meriam dengan peluru, semua senapan sudah berisi peluru. Akhirnya prajurit berjalan menempuh desa Tirtayasa. Di samping itu Sultan Ageng tidak lagi mempunyai prajurit, semua pada melarikan diri akibat peperangan pertama, Sultan Ageng melarikan diri mengungsi ke hutan di Wanasingit menunggu para serdadu mundur.
Para tentara Belanda dan warga Jawa terus mencari Sultan Ageng menelusuri desa Tirtayasa namun tidak juga dapat ditemukan, akhirnya Sultan Haji dan para pasukannya menyerah dan memilih mundur kembali ke negeri Banten untuk membangun Kraton Surosowan yang sudah dibakar oleh Sultan Ageng Tirtayasa. Ketika keadaan Tirtayasa sudah sepi dari para pasukan Sultan Haji, barulah sultan Ageng kembali ke desa Tirtayasa.
Keraton Surosowan akhirnya berhasil direbut oleh Sultan Haji (raja Pandita) akibat mendapat bantuan dari Belanda dan warga yang patuh terhadapnya. Sultan Ageng Tirtayasa diam-diam membangun Keraton baru yang berada di desa Tirtayasa tersebut, setelah lama membangun akhirnya Keraton sudah bisa ditempati oleh Sultan Ageng. Desa Tirtayasa sudah menjadi ramai oleh masyarakat sekitar yang saling bersilaturahmi dan saling berinteraksi di alun-alun. Sultan Ageng pun tidak lupa untuk mendidik masyarakat agar menjadi punggawa Keraton Tirtayasa.

Sumber : Naskah Syekh Mansyur Koleksi Snouck Hurgroje












Penggagasan Gerakan Rakyat Cilegon 1888

Haji Marjuki : Aktivis dan Penggagas Geger Cilegon Riwayat Hidup Haji Marjuki Marjuki adalah salah satu aktivis Geger Cilegon y...