ASAL – MULA KAMPUNG SAMBIAYUNAN
Dahulu kala, di daerah Serang provinsi Banten
tepatnya di desa Lamaran kecamatan Binuang. Masyarakan luar sering menyebutnya
kampung jawara, karna dikampung ini banyak sekali para jawara yang tinggal di daerah
ini. Salah satu jawara yang paling terkenal kesaktiaannya adalah Kosim, ia
memiliki kekuatan diatas rata-rata masyarakat yang bertempat tinggal di daerah
Lamaran tersebut, namun ia juga di kenal sangat sombong dan angkuh oleh
masyarakat sekitar.
“Akulah Kosim, seluruh alampun tahu bahwa akulah
orang yang paling hebat dan kuat di kampung ini, tidak ada seorangpun yang bisa
mengalahkan diriku”. Ujar Kosim (dengan membusungkan dadanya). Masyarakat yang
mendengarkan perkataannya itu sangat geram dan benci dengan Kosim yang tidak
menggunakan kekuatannya untuk membantu masyarakat kampung yang sedang
kesusahan.
Suatu hari Kosim berjalan menuju pasar untuk meminta
uang setoran kepada para pedagang, disana terlihat aktivitas masyarakat yang
saling berinteraksi antara pedagang dan pembeli, Kosim berjalan dengan
membusungkan dadanya dengan golok yang di selipkan ke sabuk pinggangnya membuat
masyarakat tidak bisa menentang keinginan jawara seperti Kosim yang kasar dan
tidak pandang bulu dengan siapapun yang menentang untuk dibunuhnya, Kosim menghampiri
salah satu pedagang buah yang berada di situ.
Kosim mengangkat kakinya diatas kursi pedagang,
“Hai, orang tua berikan uang setoranmu itu sebagai jatah keamanan pasar ini”.
Pedagang itu menjawab dengan raut muka yang ketakutan,
“Maaf tuan Kosim, dagangan saya masih sepi, besok saja tuan kembali kesini,
mudah-mudahan dagangan saya laris”.
Kosim dengan raut muka marah berkata, “ Apaah!!! dari
pagi buta sampai siang bolong kaya begini belum ada pembeli katamu, jangan
coba-coba kau membohongiku pak tua”
Pedagang itu menjawab dengan tubuh yang bergetar, “Iya
tuan, maafkan hamba hari ini memang dagangan saya masih sepi, betul tuan”.
Akhirnya Kosim yang marah menendang peti yang berisi
buah-buahan pak tua itu, hingga semua orang yang berada di sekitarnya kaget
oleh sikap Kosim yang begitu kasar terhadap orang-orang sekitar. Dengan nada
yang sangat tinggi Kosim berkata, “ Dengarkan
hai kalian para pedagang, yang tidak membayar uang setoran kepadaku, nasib
kalian tidak akan jauh berbeda dengan pedagang tua ini.
Para pedagang yang ketakutan hanya menundukan kepala,
mereka tidak berani melawan Kosim yang dikenal sang jawara yang beberapa kali
memenangkan pertarungan dengan para jawara di desa Lamaran tersebut. Kekesalan
masyarakat hanya di pedam saja di dalam hati karna mereka tidak mau berurusan
dengan jawara yang sombong dan kasar seperti Kosim itu.
Namun tiba-tiba terdengar suara dari arah belakang Kosim
yang sedang melanjutkan perjalananya, seorang laki-laki yang bernama supardi yang
lari menghampiri Kosim dengan golok yang siap membelah tubuh Kosim,
iaattttttt!!! Terima ini jawara sombong, ujar supardi yang sudah tidak tahan
dengan sikap Kosim yang semenah-menah kepada pedagang. Dengan cepat Kosim mampu
menghindari serangan supardi dengan mudah, Kosim langsung menyerang balik
dengan memukul supardi dan tepat mengenai perutnya hingga ia terpental.
Kosim berkata, Hai cecunguk, beraninya kau
melawanku, ternyata nyalimu besar juga, kamu cari mati mau melawan diriku.
Supardipun bangun dan membalas perkataan Kosim,
“dasar kau Kosim jawara yang sombong yang hanya mencari kesenanganmu saja
dengan kesaktian yang kau miliki.
Kosim dengan amarahnya berlari menghampiri supardi
dengan goloknya yang langsung mengenai perut supardi, hingga akhirnya supardi
tewas seketika mendapatkan pukulan golok sang jawara. Kosim lalu berkata kepada
seluruh masyarakat, “ayo, maju siapa lagi yang berani melawanku golok ini masih
haus darah, kalian yang tidak memiliki kesaktian tidak akan menang melawanku”.
Kosimpun tertawa bahagia melihat masyarakat yang semakin ketakukan kepadanya.
Sementara Juwara baru yang bernama Kelewer sedang
berlatih meningkatkan ilmu kesaktiannya, Kelewer memutar” goloknya dengan
begitu lincahnya seakan sang golok telah akrab berteman dengannya. Ilmu
beladirinya pun telah meningkat dengan hampir sempurna, tiba-tiba datang salah
satu pedagang yang bernama ucok yang menyaksikan perkelahian antara Kosim dan
supardi.
Ucok : “Aden Kelewer, den,,,,tolongin kami den?” (sambil
berlari dan hamper kehabisan nafas)
Kelewer : “Ada apa pak ucok?” (kelewerpun keheranan melihat muka
ucok yang pucat dan ketakutan)
Ucok : “Anu,,,den, Kosim berulah lagi, tadi di pasar Kosim
bertarung dengan supardi dan membunuhnya den".
Kelewer : “Kosim pak ucok, sialan itu jawara tengik, tidak
bosen-bosennya mengganggu ketenangan masyarakat kampung ini, ya sudah pak ucok
pulang dulu ke rumah, biar saya hadapi jawara bajingan itu pak”.
Ucok : “Terimakasih den, aden sangat baik hati, pantas jika
jawara berada di pundak aden, saya doakan aden bisa menghadapi Kosim, kalau
begitu saya pamit den, sekali lagi terimakasih”.
Sialan itu si Kosim, tunggu saja aku akan membuatnya
menyesal seumur hidupnya karna sudah bertindak semenah-menah terhadap semua
orang. Ujar Kelewer dengan wajah yang sangat kesal. Kelewer melanjutkan
latihannya kembali untuk menghadapi jawara Kosim. Kekesalan Kelewer membuatnya
berlatih dengan keras, iaat rasakan ini Kosim (golokpun membelah pohon asem),
hahahah nasibmu akan seperti pohon asem ini jawara bajingan, tunggu saja kau Kosim,
ujar Kelewer.
Sementara Kosim sedang santai beristirahat di sebuah
pohon yang sangat rindang sambil menikmati hembusan angin yang begitu sejuk,
“Hmmm. Enak juga memiliki kesaktian dan menjadi seorang jawara yang paling di
segani dan ditakuti oleh masyarakat, bisa memerintah orang dan mengambil upeti
dari hasil dagang mereka. Hahahah” ujar Kosim dengan hati yang begitu senang
dan menikmati kehidupannya menjadi jawara kampung Lamaran. “Besok aku ke pasar
untuk mengambil upeti, dengan kematian supardi bajingan itu, tidak akan ada
lagi yang berani membantah dan melawanku”. Berguma dalam hatinya sambil tertawa
lepas.
Keesokkan harinya Kosimpun pergi menuju pasar dengan
raut wajah yang begitu senang berjalan dengan gagah seperti biasa, langit yang
begitu cerah menambah semangat dalam hatinya tak sabar untuk makan dan
mengambil setoran pedagang. Kosim pun sampai di pasar melihat kedatangannya
para pedagang mulai memasang raut muka yang begitu ketakutan. Aduhh,,, si Kosim
berengsek dateng lagi kemari, bagaimana ini. (Bisik pedagang kepada pedagang
lain yang ada disampingnya), iya bagaimana ini,, kita mana berani melawannya.
(Pedagang disamping membalasnya dengan berbisik).
Kosim memandang kearah para pedagang dan pembeli,
lalu berkata : “Hai,,, kalian semua, barangsiapa yang tidak mematuhi dan
mencoba melawanku maka nasibmu sama seperti supardi bajingan itu, mengerti
kalian”.
Para pedagang dan pembeli membalas dengan nada
ketakutan, “me..me..mengerti tuan”.
Kosim : "Hahahaha, tidak ada satupun juara di tanah
jawara ini yang sehebat saya, semua juara mengakui itu, mulai dari ujung
timur,barat, selatan dan utara, tidak sanggup menandingi kesaktian dan
kehabatanku, juara dari perguruan macan tutul, hahaha” (dengan nada tinggi dan
sikap yang sombong).
Teriknya matahari seakan membuat hati pedagang dan
pembeli semakin panas atas kesombongan kosim, namun keadaan pasarpun seakan
hening tak seperti biasa, hanya suara pohon yang terkena tiupan angina dan
nyanyian burung saja. Masyarakat tidak ada yang berani membuka suara terganjal
rasa takut dalam dirinya, tiba-tiba datang Kelewer dengan goloknya yang siap
memakan darah manusia.
Kelewer :“Hei, kosim ! jangan diumbar kamu punya mulut, kalau belum
kamu coba golok si kelewer ini”.
Kosim : “Hahaha, hai cecunguk Kelewer, sudahlah kamu bukan
tandingan saya, kamu itu masih ingusan dan baru kemaren sore jadi juara saja
sudah mau menantang kesaktianku”.
Kelewer : “Hai kau Kosim sombong sekali, jangan kira aku takut
menghadapimu, walaupun kau beberapa kali juara, diriku tidak akan gentar
menghadapimu”.
Kosim : “Sudahlah Kelewer menyerah saja kau ini, saya tidak
mau mengotori golokku ini, hanya untuk menghadapi cecunguk seperti kau”.
Kelewer : “Jangan banyak cincong kamu, coba kita buktikan saja
siapa yang akan menang, mari kita kelapangan saja, aku tidak mau membuat rusak
pasar ini”.
Kosim :
“Aku ladeni permainan kamu”.
Akhirnya Kosim dan Kelewer pergi ke sebuah hutan
untuk mengadu kekuatan mereka, wargapun yang penasaran dengan pertarungan antar
juara itu berbondong-bondong menyaksikan pertarungan antar jawara kampung Kosim
dan Kelewer tersebut. hai, kosim hari
ini kamu akan merasakan penderitaan akan kesombongan kau, ujar Kelewer. Kosim
yang telah berdiri tegak membalas perkataan kelewer, Hahaha silahkan saja,
karna aku akan lebih muda meladeni kamu jawara yang masih baru kencur, jangan
banyak bicara maju kau”.
Pertarungan pun dimulai, kosim dan kelewer saling
menyerang dan menghindar dengan kesaktiannya masing-masing. Warga yang melihat
pun terpanah dengan kesaktian yang keduanya miliki, kesaktian kosim yang bisa
bersembunyi dan bisa merubah dirinya menjadi apa saja ternyata menyulitkan
Kelewer.
Kelewer : “Mati kau kosim, iaatt” dengan mengarahkan
golok kearah perutnya.Ternyata kemampuan serta pengalaman Kosim mampu
menghindari dengan cepat dan kosim langsung menghilang meyerupai pepohonan yang
ada disitu. Kesaktian Kelewer yang belum sempurna menyulitkan untuk mencari
kosim, tiba-tiba dari arah belakang Kosim menyerang dengan golok saktinya,
“kamu yang harus mati, iaaatttt” golok kosim mengenai tubuh kosim. “aaaaaaaaaa,
sialan kau kosim” ujar kelewer yang terbata-bata menahan sakit dan akhirnya
Kelewerpun mati di tangan kosim.
Kosim : Hahahaha, rasakan kau begundal busuk, anak
bau kencur kaya kamu mau mengalahkan aku yang sudah beberapa kali mendapatkan
juara. Hai warga saksikanlah orang yang sok jagoan ini, sudah mati ditanganku.
Hahaha akulah sang jawara kampung yang
tidak akan terkalahkan oleh siapapun”.
Warga pun akhirnya terpaksa mengakui kesaktian Kosim
walaupun sebenarnya mereka tidak menyukainya, kosimpun semakin sombong setelah
mengalahkan juara tahun lalu. Kosimpun semakin berlaga di hadapan warga kp.
Lamaran serasa seorang pangeran yang tidak ada orang yang mampu menandinginya
lagi.
Setelah mengalahkan Kelewer kesombongan Kosim
semakin menjadi-jadi dan membuat hal apapun yang dia sukai, tidak peduli itu
akan menyakiti atau mengganggu ketenangan masyarakat sekitar. Karna dia yakin
hanya dialah satu-satunya juara yang tidak bisa dikalahkan.
Ditempat lain terdengarlah pengumuman tentang
saimbara kesaktian antar jawara kampung, saimbara itu berupa ayunan yang
digantung ke pohon kusambi yang nantinya ayunan itu diduduki oleh peserta
saimbara lalu diayunkan, kemudian peserta tersebut di tombak dari bawah ayunan.
Jubir pun keliling kampung untuk menyebarkan
pengumuman saimbara untuk para juara kampung, semua masyarakat serta para juara
dikumpulkan kesebuah lapangan untuk mengumumkan
berita saimbara itu.
Jubir : “Pengumuman, pengumuman, pengumuman, bagi para
juara yang mempunyai kesaktian atau ilmu kanuragan yang hebat maka harus
mengikuti saimbara kesaktian ini, hadiahnya 500 gepeng”.
Kosim : “Hahaha jubir saya ikut saimbara itu, saya dari
perguruan Macan Tutul, pasti tidak ada lagi yang mau ikut saimbara itu, hanya
Kosim yang mempunyai kesaktian diatas rata-rata dan yang lain pasti kalah”
dengan percaya diri dan berlaga sombongnya.
Karmadi : “Hei, Kosim besar sekali mulut kau itu, sesakti apapun
kamu, aku tidak akan gentar menghadapi orang sombong seperti kau jawara
bajingan, kita tunggu saja siapa yang akan menang”.
Kosim :“Hahaha, itu memang sudah terbukti karmadi, tapi jika
kau ingin melawanku saya tunggu dalam saimbara ini, kau akan menyesal telah
berbicara seperti itu, ilmumu dan ilmuku jau berbeda tidak ada yang bisa mengalahkanku. Hahahaha”
Karmadi : “Tunggu saja di saimbara nanti hai juwara tengik”.(Dengan
nada yang sangat kesal).
Setelah Jubir mengumumkan Saimbara, para juara
kampung kembali kerumahnya masing-masing untuk mempersiapakan diri dalam
saimbara tersebut. Karmadi yang mendengar perkataan Kosim sangat geram dan
ingin sekali menghabisi Kosim dalam saimbara tersebut, Karmadipun tidak
menyia-nyiakan waktunya melakukan latihan di halaman rumahnya untuk sekedar
meningkatkan kesaktiannya.
Akhirnya hari saimbara itu telah tiba, juara kampung
sudah berkumpul semua di lapangan, tidak terkecuali Kosim dan Karmadi yang
menjadi bebuyutan. Urutan Kosim dan Karmadi berada diurutan terakhir. Suasana
pun menjadi ramai oleh banyaknya warga yang datang untuk menyaksikan saimbara
tersebut, tidak sedikit saimbara ini dijadikan permainan judi oleh sebagian
masyarakat.
Kosim : “Hai, Karmadi, santai sajalah tidak usah tegang begitu
menyaksikan para jawara itu bertandi, kan kita pun akan bertanding nanti, apa
kamu takut menghadapiku, hahaha”
Karmadi : “Hai jangan banyak bicara kau Kosim, kita buktikan saja
nanti di pertandingan apakah tubuhku yang akan robek dengan tombang ini atau
sebaliknya”.
Tibalah giliran Karmadi melawan Kosim, masyarakatpun
semakin ramai ketika Kosim bertarung karna setahu masayarakat, tidak ada yang
bisa mengalahkan kesaktian jawara yang memiliki kesombongan itu.
Haripun semakin siang dan menambah semangat suasana,
begitupun dengan jiwa Karmadi yang ingin membunuh juara yang sombong dan banyak
lagi itu. Pertama adalah giliran Karmadi terlebih dahulu untuk menaiki ayunan
yang sudah siap menggantung di pohon kusambi itu, sementara Kosim adalah
bermain sebagai penombak yang akan diarahkan ke tubuh Karmadi.
Kosim yang bersiap-siap dengan tombaknya berkata, “Juara
kaya gini, berani-beraninya nantangin saya, hahaha! Sudah kamu tidak akan
menang, kamu itu sama Kelewer masih anak bawang, tidak cocok ikut saimbara”.
Karmadi : “Jangan sombong kau Kosim, buktikan siapa yang paling hebat
sekarang”. Karmadi lalu berjalan kearah ayunan yang siap membuat tubuhnya
melayang.
Kosim : “Ayo kita mulai saja, jangan banyak omong, kamu naik
ayunan biar aku tombak kau dari bawah, biar kau mampus ditanganku”. Dengan nada
tinggi.
Karmadi :
“Siapa takut, ayo Jubir ayun sekuat tenaga kamu”.
Jubir :
“Siap, satu….dua..tiga!”.
Jubirpun mulai mengayunkan Karmadi dengan kekuatan
penuh, ayunanpun mulai berayun dengan tinggi dan kosimpun yang berada di bawah,
bersiap untuk melemparkan tombaknya.
Kosim : “Hahaha, mati kau Karmadi, iaaattt!”.Tombak itupun
dilemparkan kearah Karmadi.
Karmadi dengan kesaktian yang dimilikinya,
menghindari lemparan tombak itu dengan lincah dan tetap duduk diatas ayunan itu,
lemparan tombak Kosim tidak ada yang mengenai Karmadi. sampai ayunan itu
berhenti tidak ada tubuh Karmadi yang terkena lemparan tombak milik Kosim.
Karmadi : “Hahahaha, lihat Kosim, lihat, hahaha meleot,meleot
tombaknya, sekarang giliranmu, lihat saja kamu pasti mati Kosim”.
Kosim : “Ha, tidak mungkin, tidak mungkin ini terjadi,
tombakku meleot dan tidak ada yang mengenai tubuhnya”.
Karmadi :
“Ayo Kosim duduk sana, sekarang giliran kamu yang saya tombak!”.
Kosim : “Baiklah saya duduk!”. (Membalasnya dengan rasa
gelisah dalam hatinya).
Kamadi :
“Ayun Jubir!”
Jubir :
“Satu…dua…”
Kosim :
“Kabur! Aku tidak mau mati”
Karmadi :
“Mau lari kemana kau Kosim? Akan ku kejar kemana pun kau lari!”
Kejar-kejaran antara Kosim dan Karmadi pun terjadi,
Kosim yang ketakutan pergi kerumah-rumah warga, sementara Karmadi terus
mengejar di belakang, Kosimpun menyamar menjadi seribu warna, namun tidak lama
kemudian Karmadi mengetahui penyamaran tersebut. Kosim yang menyadari
penyamarannya itu sudah di ketahui Karmadi, kemudian melarikan diri namun
Karmadi terus mengejarnya.
Kosimpun berkata : “Ampun Karmadi, saya menyerah”
Karmadi yang terus berlari mengejar membalas : “Tiada
ampun untukmu Kosim”
Lagi-lagi Kosim menyamar, Karmadi terus mencari dan
ingin sekali membunuh juara kampung sombong itu. Karmadi yang tahu kesaktian
Kosim yang bisa menyamar, mulai mencari perlahan dan meraba-raba apapun yang
ada di sekitarnya.
Karmadi : Dimana kau Kosim, dimana kau Kosim, apakah kau Kosim?
Hahaha Kosim kau tidak akan membohongiku, kutebas lehermu Kosim, iaaat!
Kosim :
Lari! Aku tidak mau mati, aku tidak mau mati, aku tidak mau mati”
Haripun semakin gelap namun kejar-kejaran antar
juara itu belum juga usai, Karmadi yang sangat marah terus mencari Kosim yang
selalu menyamar, Kosimpun kembali menyamar menjadi seekor bebek, perlahan tapi
pasti Karmadi terus memperhatikan di sekitarnya apakah ada sesuatu yang berbeda
atau tidak, suara seekor bebek pun berbunyi, Karmadi tahu bahwa di sekitar sini
tidak pernah ada seekor bebek yang melintas malam-malam begini dan berjalan
sendirian tanpa teman-temannya.
Karmadi : “Dimana kamu Kosim, dimana kamu Kosim, apakah kamu ?
(menunjuk kearah seekor bebek yang sedang berjalan), hahaha kau tidak bisa
membohongiku, kutebas lehermu Kosim, iaaatttt!
Kosim :
“aaaaaaaaaa”
Karmadi : “Mati kau Kosim, kamu mati akibat kesombonganmu yang
membawa pada ajalmu, dan sekarang kebenaranlah yang menang”
Kosimpun akhirnya mati ditangan Karmadi, masyarakat
yang mengetahui kematian juara kampung yang sombong itu membahawa kebahagian
bagi masyarkat kampung, karna tidak ada yang akan mengganggu ketenangan dan
kenyamanan mereka.
Karmadi seperti pahlawan untuk menyelamatkan
masyarakat dari belenggung kejahatan Kosim, Karmadi disambut baik oleh
masyarakat dan mengucapkan banyak terimakasih karna sudah mengalahkan Kosim
dalam saimbara tersebut.
Setelah kejadian itu maka sekarang tempat tersebut
dikenal dengan nama kampung Sambiayunan yang asal katanya adalah pohon kusambi
yang dijadikan tempat ayunan atau tempat saimbara berupa ayunan yang digantung
dipohon kusambi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar