Jumat, 15 September 2017

Cerita Rakyat Kampung Sambiayunan



ASAL – MULA KAMPUNG SAMBIAYUNAN

Dahulu kala, di daerah Serang provinsi Banten tepatnya di desa Lamaran kecamatan Binuang. Masyarakan luar sering menyebutnya kampung jawara, karna dikampung ini banyak sekali para jawara yang tinggal di daerah ini. Salah satu jawara yang paling terkenal kesaktiaannya adalah Kosim, ia memiliki kekuatan diatas rata-rata masyarakat yang bertempat tinggal di daerah Lamaran tersebut, namun ia juga di kenal sangat sombong dan angkuh oleh masyarakat sekitar.
“Akulah Kosim, seluruh alampun tahu bahwa akulah orang yang paling hebat dan kuat di kampung ini, tidak ada seorangpun yang bisa mengalahkan diriku”. Ujar Kosim (dengan membusungkan dadanya). Masyarakat yang mendengarkan perkataannya itu sangat geram dan benci dengan Kosim yang tidak menggunakan kekuatannya untuk membantu masyarakat kampung yang sedang kesusahan.
Suatu hari Kosim berjalan menuju pasar untuk meminta uang setoran kepada para pedagang, disana terlihat aktivitas masyarakat yang saling berinteraksi antara pedagang dan pembeli, Kosim berjalan dengan membusungkan dadanya dengan golok yang di selipkan ke sabuk pinggangnya membuat masyarakat tidak bisa menentang keinginan jawara seperti Kosim yang kasar dan tidak pandang bulu dengan siapapun yang menentang untuk dibunuhnya, Kosim menghampiri salah satu pedagang buah yang berada di situ.
Kosim mengangkat kakinya diatas kursi pedagang, “Hai, orang tua berikan uang setoranmu itu sebagai jatah keamanan pasar ini”.
Pedagang itu menjawab dengan raut muka yang ketakutan, “Maaf tuan Kosim, dagangan saya masih sepi, besok saja tuan kembali kesini, mudah-mudahan dagangan saya laris”.
Kosim dengan raut muka marah berkata, “ Apaah!!! dari pagi buta sampai siang bolong kaya begini belum ada pembeli katamu, jangan coba-coba kau membohongiku pak tua”
Pedagang itu menjawab dengan tubuh yang bergetar, “Iya tuan, maafkan hamba hari ini memang dagangan saya masih sepi, betul tuan”.
Akhirnya Kosim yang marah menendang peti yang berisi buah-buahan pak tua itu, hingga semua orang yang berada di sekitarnya kaget oleh sikap Kosim yang begitu kasar terhadap orang-orang sekitar. Dengan nada yang sangat tinggi  Kosim berkata, “ Dengarkan hai kalian para pedagang, yang tidak membayar uang setoran kepadaku, nasib kalian tidak akan jauh berbeda dengan pedagang tua ini.
Para pedagang yang ketakutan hanya menundukan kepala, mereka tidak berani melawan Kosim yang dikenal sang jawara yang beberapa kali memenangkan pertarungan dengan para jawara di desa Lamaran tersebut. Kekesalan masyarakat hanya di pedam saja di dalam hati karna mereka tidak mau berurusan dengan jawara yang sombong dan kasar seperti Kosim itu.
Namun tiba-tiba terdengar suara dari arah belakang Kosim yang sedang melanjutkan perjalananya, seorang laki-laki yang bernama supardi yang lari menghampiri Kosim dengan golok yang siap membelah tubuh Kosim, iaattttttt!!! Terima ini jawara sombong, ujar supardi yang sudah tidak tahan dengan sikap Kosim yang semenah-menah kepada pedagang. Dengan cepat Kosim mampu menghindari serangan supardi dengan mudah, Kosim langsung menyerang balik dengan memukul supardi dan tepat mengenai perutnya hingga ia terpental.
Kosim berkata, Hai cecunguk, beraninya kau melawanku, ternyata nyalimu besar juga, kamu cari mati mau melawan diriku.
Supardipun bangun dan membalas perkataan Kosim, “dasar kau Kosim jawara yang sombong yang hanya mencari kesenanganmu saja dengan kesaktian yang kau miliki.
Kosim dengan amarahnya berlari menghampiri supardi dengan goloknya yang langsung mengenai perut supardi, hingga akhirnya supardi tewas seketika mendapatkan pukulan golok sang jawara. Kosim lalu berkata kepada seluruh masyarakat, “ayo, maju siapa lagi yang berani melawanku golok ini masih haus darah, kalian yang tidak memiliki kesaktian tidak akan menang melawanku”. Kosimpun tertawa bahagia melihat masyarakat yang semakin ketakukan kepadanya.
Sementara Juwara baru yang bernama Kelewer sedang berlatih meningkatkan ilmu kesaktiannya, Kelewer memutar” goloknya dengan begitu lincahnya seakan sang golok telah akrab berteman dengannya. Ilmu beladirinya pun telah meningkat dengan hampir sempurna, tiba-tiba datang salah satu pedagang yang bernama ucok yang menyaksikan perkelahian antara Kosim dan supardi.


Ucok               : “Aden Kelewer, den,,,,tolongin kami den?” (sambil berlari dan hamper kehabisan nafas)
Kelewer          : “Ada apa pak ucok?” (kelewerpun keheranan melihat muka ucok yang pucat dan ketakutan)
Ucok                : “Anu,,,den, Kosim berulah lagi, tadi di pasar Kosim bertarung dengan supardi dan membunuhnya den".
Kelewer          : “Kosim pak ucok, sialan itu jawara tengik, tidak bosen-bosennya mengganggu ketenangan masyarakat kampung ini, ya sudah pak ucok pulang dulu ke rumah, biar saya hadapi jawara bajingan itu pak”.
Ucok               : “Terimakasih den, aden sangat baik hati, pantas jika jawara berada di pundak aden, saya doakan aden bisa menghadapi Kosim, kalau begitu saya pamit den, sekali lagi terimakasih”.
Sialan itu si Kosim, tunggu saja aku akan membuatnya menyesal seumur hidupnya karna sudah bertindak semenah-menah terhadap semua orang. Ujar Kelewer dengan wajah yang sangat kesal. Kelewer melanjutkan latihannya kembali untuk menghadapi jawara Kosim. Kekesalan Kelewer membuatnya berlatih dengan keras, iaat rasakan ini Kosim (golokpun membelah pohon asem), hahahah nasibmu akan seperti pohon asem ini jawara bajingan, tunggu saja kau Kosim, ujar Kelewer.
Sementara Kosim sedang santai beristirahat di sebuah pohon yang sangat rindang sambil menikmati hembusan angin yang begitu sejuk, “Hmmm. Enak juga memiliki kesaktian dan menjadi seorang jawara yang paling di segani dan ditakuti oleh masyarakat, bisa memerintah orang dan mengambil upeti dari hasil dagang mereka. Hahahah” ujar Kosim dengan hati yang begitu senang dan menikmati kehidupannya menjadi jawara kampung Lamaran. “Besok aku ke pasar untuk mengambil upeti, dengan kematian supardi bajingan itu, tidak akan ada lagi yang berani membantah dan melawanku”. Berguma dalam hatinya sambil tertawa lepas.
Keesokkan harinya Kosimpun pergi menuju pasar dengan raut wajah yang begitu senang berjalan dengan gagah seperti biasa, langit yang begitu cerah menambah semangat dalam hatinya tak sabar untuk makan dan mengambil setoran pedagang. Kosim pun sampai di pasar melihat kedatangannya para pedagang mulai memasang raut muka yang begitu ketakutan. Aduhh,,, si Kosim berengsek dateng lagi kemari, bagaimana ini. (Bisik pedagang kepada pedagang lain yang ada disampingnya), iya bagaimana ini,, kita mana berani melawannya. (Pedagang disamping membalasnya dengan berbisik).
Kosim memandang kearah para pedagang dan pembeli, lalu berkata : “Hai,,, kalian semua, barangsiapa yang tidak mematuhi dan mencoba melawanku maka nasibmu sama seperti supardi bajingan itu, mengerti kalian”.
Para pedagang dan pembeli membalas dengan nada ketakutan, “me..me..mengerti tuan”.
Kosim              : "Hahahaha, tidak ada satupun juara di tanah jawara ini yang sehebat saya, semua juara mengakui itu, mulai dari ujung timur,barat, selatan dan utara, tidak sanggup menandingi kesaktian dan kehabatanku, juara dari perguruan macan tutul, hahaha” (dengan nada tinggi dan sikap yang sombong).
Teriknya matahari seakan membuat hati pedagang dan pembeli semakin panas atas kesombongan kosim, namun keadaan pasarpun seakan hening tak seperti biasa, hanya suara pohon yang terkena tiupan angina dan nyanyian burung saja. Masyarakat tidak ada yang berani membuka suara terganjal rasa takut dalam dirinya, tiba-tiba datang Kelewer dengan goloknya yang siap memakan darah manusia.
Kelewer          :“Hei, kosim ! jangan diumbar kamu punya mulut, kalau belum kamu coba golok si kelewer ini”.
Kosim              : “Hahaha, hai cecunguk Kelewer, sudahlah kamu bukan tandingan saya, kamu itu masih ingusan dan baru kemaren sore jadi juara saja sudah mau menantang kesaktianku”.
Kelewer          : “Hai kau Kosim sombong sekali, jangan kira aku takut menghadapimu, walaupun kau beberapa kali juara, diriku tidak akan gentar menghadapimu”.
Kosim              : “Sudahlah Kelewer menyerah saja kau ini, saya tidak mau mengotori golokku ini, hanya untuk menghadapi cecunguk seperti kau”.
Kelewer           : “Jangan banyak cincong kamu, coba kita buktikan saja siapa yang akan menang, mari kita kelapangan saja, aku tidak mau membuat rusak pasar ini”.
Kosim              : “Aku ladeni permainan kamu”.
Akhirnya Kosim dan Kelewer pergi ke sebuah hutan untuk mengadu kekuatan mereka, wargapun yang penasaran dengan pertarungan antar juara itu berbondong-bondong menyaksikan pertarungan antar jawara kampung Kosim dan  Kelewer tersebut. hai, kosim hari ini kamu akan merasakan penderitaan akan kesombongan kau, ujar Kelewer. Kosim yang telah berdiri tegak membalas perkataan kelewer, Hahaha silahkan saja, karna aku akan lebih muda meladeni kamu jawara yang masih baru kencur, jangan banyak bicara maju kau”.
Pertarungan pun dimulai, kosim dan kelewer saling menyerang dan menghindar dengan kesaktiannya masing-masing. Warga yang melihat pun terpanah dengan kesaktian yang keduanya miliki, kesaktian kosim yang bisa bersembunyi dan bisa merubah dirinya menjadi apa saja ternyata menyulitkan Kelewer.
Kelewer : “Mati kau kosim, iaatt” dengan mengarahkan golok kearah perutnya.Ternyata kemampuan serta pengalaman Kosim mampu menghindari dengan cepat dan kosim langsung menghilang meyerupai pepohonan yang ada disitu. Kesaktian Kelewer yang belum sempurna menyulitkan untuk mencari kosim, tiba-tiba dari arah belakang Kosim menyerang dengan golok saktinya, “kamu yang harus mati, iaaatttt” golok kosim mengenai tubuh kosim. “aaaaaaaaaa, sialan kau kosim” ujar kelewer yang terbata-bata menahan sakit dan akhirnya Kelewerpun mati di tangan kosim.
Kosim : Hahahaha, rasakan kau begundal busuk, anak bau kencur kaya kamu mau mengalahkan aku yang sudah beberapa kali mendapatkan juara. Hai warga saksikanlah orang yang sok jagoan ini, sudah mati ditanganku. Hahaha  akulah sang jawara kampung yang tidak akan terkalahkan oleh siapapun”.
Warga pun akhirnya terpaksa mengakui kesaktian Kosim walaupun sebenarnya mereka tidak menyukainya, kosimpun semakin sombong setelah mengalahkan juara tahun lalu. Kosimpun semakin berlaga di hadapan warga kp. Lamaran serasa seorang pangeran yang tidak ada orang yang mampu menandinginya lagi.
Setelah mengalahkan Kelewer kesombongan Kosim semakin menjadi-jadi dan membuat hal apapun yang dia sukai, tidak peduli itu akan menyakiti atau mengganggu ketenangan masyarakat sekitar. Karna dia yakin hanya dialah satu-satunya juara yang tidak bisa dikalahkan.
Ditempat lain terdengarlah pengumuman tentang saimbara kesaktian antar jawara kampung, saimbara itu berupa ayunan yang digantung ke pohon kusambi yang nantinya ayunan itu diduduki oleh peserta saimbara lalu diayunkan, kemudian peserta tersebut di tombak dari bawah ayunan.
Jubir pun keliling kampung untuk menyebarkan pengumuman saimbara untuk para juara kampung, semua masyarakat serta para juara dikumpulkan  kesebuah lapangan untuk mengumumkan berita saimbara itu.
Jubir                : “Pengumuman, pengumuman, pengumuman, bagi para juara yang mempunyai kesaktian atau ilmu kanuragan yang hebat maka harus mengikuti saimbara kesaktian ini, hadiahnya 500 gepeng”.
Kosim              : “Hahaha jubir saya ikut saimbara itu, saya dari perguruan Macan Tutul, pasti tidak ada lagi yang mau ikut saimbara itu, hanya Kosim yang mempunyai kesaktian diatas rata-rata dan yang lain pasti kalah” dengan percaya diri dan berlaga sombongnya.
Karmadi          : “Hei, Kosim besar sekali mulut kau itu, sesakti apapun kamu, aku tidak akan gentar menghadapi orang sombong seperti kau jawara bajingan, kita tunggu saja siapa yang akan menang”.
Kosim              :“Hahaha, itu memang sudah terbukti karmadi, tapi jika kau ingin melawanku saya tunggu dalam saimbara ini, kau akan menyesal telah berbicara seperti itu, ilmumu dan ilmuku jau berbeda  tidak ada yang bisa mengalahkanku. Hahahaha”
Karmadi          : “Tunggu saja di saimbara nanti hai juwara tengik”.(Dengan nada yang sangat kesal).
Setelah Jubir mengumumkan Saimbara, para juara kampung kembali kerumahnya masing-masing untuk mempersiapakan diri dalam saimbara tersebut. Karmadi yang mendengar perkataan Kosim sangat geram dan ingin sekali menghabisi Kosim dalam saimbara tersebut, Karmadipun tidak menyia-nyiakan waktunya melakukan latihan di halaman rumahnya untuk sekedar meningkatkan kesaktiannya.
Akhirnya hari saimbara itu telah tiba, juara kampung sudah berkumpul semua di lapangan, tidak terkecuali Kosim dan Karmadi yang menjadi bebuyutan. Urutan Kosim dan Karmadi berada diurutan terakhir. Suasana pun menjadi ramai oleh banyaknya warga yang datang untuk menyaksikan saimbara tersebut, tidak sedikit saimbara ini dijadikan permainan judi oleh sebagian masyarakat.
Kosim              : “Hai, Karmadi, santai sajalah tidak usah tegang begitu menyaksikan para jawara itu bertandi, kan kita pun akan bertanding nanti, apa kamu takut menghadapiku, hahaha”
Karmadi          : “Hai jangan banyak bicara kau Kosim, kita buktikan saja nanti di pertandingan apakah tubuhku yang akan robek dengan tombang ini atau sebaliknya”.
Tibalah giliran Karmadi melawan Kosim, masyarakatpun semakin ramai ketika Kosim bertarung karna setahu masayarakat, tidak ada yang bisa mengalahkan kesaktian jawara yang memiliki kesombongan itu.
Haripun semakin siang dan menambah semangat suasana, begitupun dengan jiwa Karmadi yang ingin membunuh juara yang sombong dan banyak lagi itu. Pertama adalah giliran Karmadi terlebih dahulu untuk menaiki ayunan yang sudah siap menggantung di pohon kusambi itu, sementara Kosim adalah bermain sebagai penombak yang akan diarahkan ke tubuh Karmadi.
Kosim yang bersiap-siap dengan tombaknya berkata, “Juara kaya gini, berani-beraninya nantangin saya, hahaha! Sudah kamu tidak akan menang, kamu itu sama Kelewer masih anak bawang, tidak cocok ikut saimbara”.
Karmadi       : “Jangan sombong kau Kosim, buktikan siapa yang paling hebat sekarang”. Karmadi lalu berjalan kearah ayunan yang siap membuat tubuhnya melayang.
Kosim              : “Ayo kita mulai saja, jangan banyak omong, kamu naik ayunan biar aku tombak kau dari bawah, biar kau mampus ditanganku”. Dengan nada tinggi.
Karmadi          : “Siapa takut, ayo Jubir ayun sekuat tenaga kamu”.
Jubir                : “Siap, satu….dua..tiga!”.
Jubirpun mulai mengayunkan Karmadi dengan kekuatan penuh, ayunanpun mulai berayun dengan tinggi dan kosimpun yang berada di bawah, bersiap untuk melemparkan tombaknya.
Kosim              : “Hahaha, mati kau Karmadi, iaaattt!”.Tombak itupun dilemparkan kearah Karmadi.
Karmadi dengan kesaktian yang dimilikinya, menghindari lemparan tombak itu dengan lincah dan tetap duduk diatas ayunan itu, lemparan tombak Kosim tidak ada yang mengenai Karmadi. sampai ayunan itu berhenti tidak ada tubuh Karmadi yang terkena lemparan tombak milik Kosim.
Karmadi          : “Hahahaha, lihat Kosim, lihat, hahaha meleot,meleot tombaknya, sekarang giliranmu, lihat saja kamu pasti mati Kosim”.
Kosim              : “Ha, tidak mungkin, tidak mungkin ini terjadi, tombakku meleot dan tidak ada yang mengenai tubuhnya”.
Karmadi          : “Ayo Kosim duduk sana, sekarang giliran kamu yang saya tombak!”.
Kosim              : “Baiklah saya duduk!”. (Membalasnya dengan rasa gelisah dalam     hatinya).
Kamadi           : “Ayun Jubir!”
Jubir                : “Satu…dua…”
Kosim              : “Kabur! Aku tidak mau mati”
Karmadi          : “Mau lari kemana kau Kosim? Akan ku kejar kemana pun kau lari!”
Kejar-kejaran antara Kosim dan Karmadi pun terjadi, Kosim yang ketakutan pergi kerumah-rumah warga, sementara Karmadi terus mengejar di belakang, Kosimpun menyamar menjadi seribu warna, namun tidak lama kemudian Karmadi mengetahui penyamaran tersebut. Kosim yang menyadari penyamarannya itu sudah di ketahui Karmadi, kemudian melarikan diri namun Karmadi terus mengejarnya.
Kosimpun berkata : “Ampun Karmadi, saya menyerah”
Karmadi yang terus berlari mengejar membalas : “Tiada ampun untukmu Kosim”
Lagi-lagi Kosim menyamar, Karmadi terus mencari dan ingin sekali membunuh juara kampung sombong itu. Karmadi yang tahu kesaktian Kosim yang bisa menyamar, mulai mencari perlahan dan meraba-raba apapun yang ada di sekitarnya.
Karmadi          : Dimana kau Kosim, dimana kau Kosim, apakah kau Kosim? Hahaha Kosim kau tidak akan membohongiku, kutebas lehermu Kosim, iaaat!
Kosim              : Lari! Aku tidak mau mati, aku tidak mau mati, aku tidak mau mati”
Haripun semakin gelap namun kejar-kejaran antar juara itu belum juga usai, Karmadi yang sangat marah terus mencari Kosim yang selalu menyamar, Kosimpun kembali menyamar menjadi seekor bebek, perlahan tapi pasti Karmadi terus memperhatikan di sekitarnya apakah ada sesuatu yang berbeda atau tidak, suara seekor bebek pun berbunyi, Karmadi tahu bahwa di sekitar sini tidak pernah ada seekor bebek yang melintas malam-malam begini dan berjalan sendirian tanpa teman-temannya.
Karmadi          : “Dimana kamu Kosim, dimana kamu Kosim, apakah kamu ? (menunjuk kearah seekor bebek yang sedang berjalan), hahaha kau tidak bisa membohongiku, kutebas lehermu Kosim, iaaatttt!
Kosim              : “aaaaaaaaaa”
Karmadi          : “Mati kau Kosim, kamu mati akibat kesombonganmu yang membawa pada ajalmu, dan sekarang kebenaranlah yang menang”
Kosimpun akhirnya mati ditangan Karmadi, masyarakat yang mengetahui kematian juara kampung yang sombong itu membahawa kebahagian bagi masyarkat kampung, karna tidak ada yang akan mengganggu ketenangan dan kenyamanan mereka.
Karmadi seperti pahlawan untuk menyelamatkan masyarakat dari belenggung kejahatan Kosim, Karmadi disambut baik oleh masyarakat dan mengucapkan banyak terimakasih karna sudah mengalahkan Kosim dalam saimbara tersebut.
Setelah kejadian itu maka sekarang tempat tersebut dikenal dengan nama kampung Sambiayunan yang asal katanya adalah pohon kusambi yang dijadikan tempat ayunan atau tempat saimbara berupa ayunan yang digantung dipohon kusambi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Penggagasan Gerakan Rakyat Cilegon 1888

Haji Marjuki : Aktivis dan Penggagas Geger Cilegon Riwayat Hidup Haji Marjuki Marjuki adalah salah satu aktivis Geger Cilegon y...