Rabu, 27 September 2017

Eduard Douwes Dekker Multatuli dan bukan Setia Budi Indij Partij




    Sejarah Rumah Dinas Multatuli

Oleh

AMI NAzzam 


Pada tahun 1856 Eduard Douwes Dekker menginjakan kaki di lebak tepatnya pada tanggal 21 januari 1856. Beliau menempati rumah yang telah ada itu selama 3 bulan, dan 3 bulan itu beliau dan keluarganya tinggal disana. Douwes dekker menjabat sebagai Asisten Residen Banten selama 3 bulan, Residen Banten Brest Van Kempen menunjuknya sebagai asisten untuk daerah lebak. Rumah itu sudah ada sejak Brest Van Kempen menjabat sebagai Residen Banten. Adapun dibangunnya rumah itu tidak kami ketahui, yang kami ketahui hanyalah tugas-tugas yang diberikan Bres Van Kempen kepada Douwes Dekker yaitu untuk mengawasi kinerja para bupati lebak.
Dalam tugasnya itu, Douwes Dekker bersinggungan dengan Adipati Kartanata Nagara yang dianggapnya di manfaatkan oleh pemerintah hindia belanda untuk mereguk keuntungan dari daerah jajahannya.hal ini dirasa tidak serasi dengan kata hati Eduard Douwes Dekker dan tidak sejalan dengan semboyan revolusi prancis liberte, egalite dan fraternite yang mengandung manusia itu memiliki kebebasan, kesetaraan dan persaudaraan. Eduard Douwes Dekker melaporkan hasil temuannya pada atasannya residen Banten Bres Van Kempen, namun laporannya tersebut diabaikan. Rasa kecewa dan perlawanannya membawa Eduard Douwe Dekker kembali ke Belanda.
Kembalinya Douwes Dekker ke belanda bukan tanpa hasil, beliau menukis sebuah buku yang berjudul Max Havelaar dengan nama pena MULTATULI, sehingga dari pihak belanda pun tidak mengetahui bahwa buku Max Havelaar itu adalah buatan Douwes Dekker.

    -  Lokasi Rumah Dinas Multatuli

Rumah dinas Eduard Douwes Dekker atau Multatuli yang terletak di pusat kota Rangkasbitung, Ibukota Kabupaten Lebak dijadikan tempat beristirahat para pengunjung RSUD Adjidarmo.
Bahkan, rumah dinas multatuli yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Pemerintah Provinsi Banten ini tampak tidak terawat. Beberapa bagian di rumah dinas itu nampak rusak dan bagian dalam rumah dijadikan tempat penyimpanan barang bekas.
Selain itu, di area sekitar rumah dinas Multatuli ini merebak bau tak sedap akibat para pengunjung RSUD Adjidarmo yang sembarangan membuang air kecil. Sampah pun berserakan di sekitar halaman rumah dinas, meski setiap hari dibersihkan oleh petugas, namun rumah bersejarah ini begitu terabaikan oleh masyarakat.
Menurut pendapat kami mengenai rumah dinas ini adalah bahwa pemerintah “Seharusnya membuat pagar yang mengelilingi rumah dinas Multatuli ini. Agar kondisi rumah bersejarah ini tetap terjaga,”

- Fungsi dan Deskripsi Bangunan Rumah Dinas Multatuli

Rumah dinas Douwes Dekker ini bukan hanya sebagai kantor untuk mengurus berbagai keperluan rakyat sekitar lingkungan tersebut. Rumah ini dulunya juga tempat tinggal dari Douwes Dekker itu sendiri, beliau bekerja sebagai assisten lebak untuk membantu masyarakat lebak dalam memerangi pemerintahan yang buruk pada waktu itu. Maka dari itu beliau juga membuat sebuah buku fenomenal yang berjudul Max Havelaar. Buku tersebut berisi tentang semua penemuan dan perasaannnya, dimana beliau melihat banyak penderitaan rakyat lebak dengan pemerintahan yang rezim ini.
Mungkin sebagian besar fungsi dari rumah dinas tersebut digunakan untuk tempat tinggal. Akan tetapi ada sebagian dari bagian rumah yang dijadikan kantor sebagai tempat untuk mengajukan berbagai keluhan dari masyarakat lebak, diantara fungsi-fungsi tersebut sebagai berikut:

a.       Fungsi Dulu
1.      Digunakan sebagai tempat tinggal
Douwes Dekker bertandang di lebak bukan hanya sendiri, melainkan bersama dengan istri dan anaknya. Keluarganya beserta dirinya tinggal di lebak tidak lama, akan tetapi hanya beberapa bulan sekitar 3 atau 4 bulanan. Bangunan yang memiliki 3 pintu keluar dibelakang rumahnya itu disebelah kanan berfungsi sebagai tempat tinggalnya. Bukti dari dugaan kami yaitu karena banyaknya pintu-pintu yang ada dibangunan tersebut, biasanya pintu-pintu itu berfungi sebagai kamar, kamar mandi dan dapur.
2.      Digunakan sebagai kantor
Bukan hanya tempat tinggal saja, tempat bekerja pun bisa digunakan pada waktu itu, douwes dekker menemukan banyak temuan dari para rakyat seperti penderitaan dan keluhan masyarakat lebak. Dari ruangan yang memiliki 3 pintu dibelakang rumahnya itu yang kiri diduga adalah kantor tempatnya bekerja, bukti dari dugaan kami tersebut karena terdapat hanya satu ruangan saja dan itu pun cukup besar untuk sebuah ruang kerja.
3.      Sebagai Tempat Pertemuan
Ada sumber yang mengatakan bahwa tempat tersebut juga digunakan untuk pertemuan dan rapat penting mengenai kinerja masyarakat dan juga para dewan-dewan yang mendukung masyarakat lebak. Dibagian tengah dan juga yang memiliki pintu belakang ruangan tersebut diduga sebagai tempat pertemuan para dewan, bukti dari dugaan kami tersebut adalah bahwa ruangan itu sangat besar seperti sebuah aula, hingga cukup untuk mengadakan rapat atau sebuah pertemuan.
b.      Fungsi Sekarang
1.      Setelah Masa Memerintah Douwes Dekker
Pada saat Douwes Dekker meninggalkan rumah dinas tersebut, pemerintah daerah setempat mengijinkan rumah itu digunakan sebagai klinik, yang diberi nama dengan nama “Klinik Askes”.
2.      Setelah Klinik Tidak Di Fungsikan Lagi
Pada saat klinik tersebut sudah tidak lagi ada, rumah itu kini tidak difungsikan lagi. Bahkan rumah dinas multatuli yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Pemerintah Provinsi Banten ini tampak tidak terawat. Beberapa bagian di rumah dinas itu nampak rusak dan bagian dalam rumah dijadikan tempat penyimpanan barang bekas.
Berikut ini bagian-bagian bangunan yang telah kami ukur dari mulai pintu masuk, dan bagian bangunan samping. Rumah dinas ini memilik 8 pintu dan 9 jendela, itu pun bangunan yang masih berdiri tegak, sedangkan bangunan yang hancur belum diketahui ada berapa banyak pintu dan jendela yang ada. Lebar rumah tampak depan kami ukur dari sebelah kanan terlebih dahulu yaitu 11,2 M, sedangkan dari sebelah kiri yaitu 9 M, maka hasil dari penjumlahan ukuran tersebut berjumlah 20,2 M.
Bangunan yang lain seperti rumah tampak samping berukuran 11 M, dari tanah hingga atas genteng berukuran 4,6 M, sedangkan pintu-pintu yang ada berukuran 3 M dengan lebar 0,9 M, dan jendela-jendela 1,2 M. Didalam rumah sendiri terdapat beberapa ruangan yang cukup banyak yang diduga sebagai tempat tinggal douwes dekker dan keluarganya, ruangan tersebut tidak kami ukur karena petugas yang merawat rumah itu pun tidak ada atau bahkan benar-benar tidak ada petugas yang merawatnya.
Sedangkan ruangan yang sebelah kiri dapat kami ukur secara langsung karena pintu bagian belakangnya terbuka, maka kami mencoba masuk dan megukur ruangan tersebut hingga hasil ukuran kami tersebut adalah 5,6 M yang kami duga itu adalah ruang kerja dari douwes dekker. Dan untuk ruangan tengah yang kami duga sebagai tempat pertemuan berukuran 6,8 M, dari hasil pengukuran kami itu, memang ada sebagian bangunan yang tidak kami ukur karena kendala. Dimana kendala tersebut adalah adanya bangunan yang runtuh dan juga tidak adanya petugas yang mengawasi, sehingga kami tidak dapat menyelesaikan tugas pengukuran ini. Namun, dengan adanya hasil yang telah kami kumpulkan ini dirasa cukup untuk menutupi kekurangan tersebut.



DAFTAR SUMBER

a.      Buku

1.      Ardianto, Tasrif, Dokumentasi Benda Cagar Budaya Dan Kepurbakalaan Provinsi Banten, Serang, Dinas Budaya Dan Pariwisata Provinsi Banten (2011).
2.      Moechtar, multatuli pengarang besar, pembela rakyat kecil, pencari keadilan dan kebenaran, Jakarta, PT. Dunia Pustaka Jaya (2005).

b.      Wawancara
1.      Ibu Sri Asiyah (Guru SMPN 4 Rangkasbitung)
2.      Bapak Hikmat (Pengajar)
3.      Baoak Muhammad Sa’id (Tukang Ojeg)
 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Penggagasan Gerakan Rakyat Cilegon 1888

Haji Marjuki : Aktivis dan Penggagas Geger Cilegon Riwayat Hidup Haji Marjuki Marjuki adalah salah satu aktivis Geger Cilegon y...