Sejarah Rumah Dinas Multatuli
Oleh
AMI NAzzam
Pada tahun 1856
Eduard Douwes Dekker menginjakan kaki di lebak tepatnya pada tanggal 21 januari
1856. Beliau menempati rumah yang telah ada itu selama 3 bulan, dan 3 bulan itu
beliau dan keluarganya tinggal disana. Douwes dekker menjabat sebagai Asisten
Residen Banten selama 3 bulan, Residen Banten Brest Van Kempen menunjuknya
sebagai asisten untuk daerah lebak. Rumah itu sudah ada sejak Brest Van Kempen
menjabat sebagai Residen Banten. Adapun dibangunnya rumah itu tidak kami
ketahui, yang kami ketahui hanyalah tugas-tugas yang diberikan Bres Van Kempen
kepada Douwes Dekker yaitu untuk mengawasi kinerja para bupati lebak.
Dalam tugasnya
itu, Douwes Dekker bersinggungan dengan Adipati Kartanata Nagara yang
dianggapnya di manfaatkan oleh pemerintah hindia belanda untuk mereguk
keuntungan dari daerah jajahannya.hal ini dirasa tidak serasi dengan kata hati
Eduard Douwes Dekker dan tidak sejalan dengan semboyan revolusi prancis
liberte, egalite dan fraternite yang mengandung manusia itu memiliki kebebasan,
kesetaraan dan persaudaraan. Eduard Douwes Dekker melaporkan hasil temuannya
pada atasannya residen Banten Bres Van Kempen, namun laporannya tersebut
diabaikan. Rasa kecewa dan perlawanannya membawa Eduard Douwe Dekker kembali ke
Belanda.
Kembalinya Douwes Dekker ke belanda bukan tanpa hasil, beliau
menukis sebuah buku yang berjudul Max Havelaar dengan nama pena MULTATULI,
sehingga dari pihak belanda pun tidak mengetahui bahwa buku Max Havelaar itu
adalah buatan Douwes Dekker.
-
Lokasi Rumah
Dinas Multatuli
Rumah dinas Eduard Douwes Dekker
atau Multatuli yang terletak di pusat kota Rangkasbitung, Ibukota Kabupaten
Lebak dijadikan tempat beristirahat para pengunjung RSUD Adjidarmo.
Bahkan, rumah dinas multatuli yang
telah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Pemerintah Provinsi Banten ini
tampak tidak terawat. Beberapa bagian di rumah dinas itu nampak rusak dan
bagian dalam rumah dijadikan tempat penyimpanan barang bekas.
Selain itu, di area sekitar rumah
dinas Multatuli ini merebak bau tak sedap akibat para pengunjung RSUD Adjidarmo
yang sembarangan membuang air kecil. Sampah pun berserakan di sekitar halaman
rumah dinas, meski setiap hari dibersihkan oleh petugas, namun rumah bersejarah
ini begitu terabaikan oleh masyarakat.
Menurut pendapat kami mengenai rumah dinas ini adalah bahwa
pemerintah “Seharusnya membuat pagar yang mengelilingi rumah dinas Multatuli ini. Agar
kondisi rumah bersejarah ini tetap terjaga,”
- Fungsi dan
Deskripsi Bangunan Rumah Dinas Multatuli
Rumah dinas
Douwes Dekker ini bukan hanya sebagai kantor untuk mengurus berbagai keperluan
rakyat sekitar lingkungan tersebut. Rumah ini dulunya juga tempat tinggal dari
Douwes Dekker itu sendiri, beliau bekerja sebagai assisten lebak untuk membantu
masyarakat lebak dalam memerangi pemerintahan yang buruk pada waktu itu. Maka
dari itu beliau juga membuat sebuah buku fenomenal yang berjudul Max Havelaar.
Buku tersebut berisi tentang semua penemuan dan perasaannnya, dimana beliau
melihat banyak penderitaan rakyat lebak dengan pemerintahan yang rezim ini.
Mungkin sebagian besar fungsi dari rumah dinas tersebut digunakan
untuk tempat tinggal. Akan tetapi ada sebagian dari bagian rumah yang dijadikan
kantor sebagai tempat untuk mengajukan berbagai keluhan dari masyarakat lebak,
diantara fungsi-fungsi tersebut sebagai berikut:
a.
Fungsi Dulu
1.
Digunakan
sebagai tempat tinggal
Douwes Dekker bertandang di lebak bukan hanya sendiri, melainkan
bersama dengan istri dan anaknya. Keluarganya beserta dirinya tinggal di lebak
tidak lama, akan tetapi hanya beberapa bulan sekitar 3 atau 4 bulanan. Bangunan
yang memiliki 3 pintu keluar dibelakang rumahnya itu disebelah kanan berfungsi
sebagai tempat tinggalnya. Bukti dari dugaan kami yaitu karena banyaknya
pintu-pintu yang ada dibangunan tersebut, biasanya pintu-pintu itu berfungi
sebagai kamar, kamar mandi dan dapur.
2.
Digunakan
sebagai kantor
Bukan hanya tempat tinggal saja, tempat bekerja pun bisa digunakan
pada waktu itu, douwes dekker menemukan banyak temuan dari para rakyat seperti
penderitaan dan keluhan masyarakat lebak. Dari ruangan yang memiliki 3 pintu
dibelakang rumahnya itu yang kiri diduga adalah kantor tempatnya bekerja, bukti
dari dugaan kami tersebut karena terdapat hanya satu ruangan saja dan itu pun
cukup besar untuk sebuah ruang kerja.
3.
Sebagai Tempat
Pertemuan
Ada sumber yang mengatakan bahwa tempat tersebut juga digunakan
untuk pertemuan dan rapat penting mengenai kinerja masyarakat dan juga para
dewan-dewan yang mendukung masyarakat lebak. Dibagian tengah dan juga yang
memiliki pintu belakang ruangan tersebut diduga sebagai tempat pertemuan para
dewan, bukti dari dugaan kami tersebut adalah bahwa ruangan itu sangat besar
seperti sebuah aula, hingga cukup untuk mengadakan rapat atau sebuah pertemuan.
b.
Fungsi Sekarang
1.
Setelah Masa
Memerintah Douwes Dekker
Pada saat Douwes Dekker meninggalkan rumah dinas tersebut,
pemerintah daerah setempat mengijinkan rumah itu digunakan sebagai klinik, yang
diberi nama dengan nama “Klinik Askes”.
2.
Setelah Klinik
Tidak Di Fungsikan Lagi
Pada saat klinik tersebut sudah tidak lagi ada, rumah itu kini
tidak difungsikan lagi. Bahkan rumah dinas multatuli yang telah ditetapkan sebagai
cagar budaya oleh Pemerintah Provinsi Banten ini tampak tidak terawat. Beberapa
bagian di rumah dinas itu nampak rusak dan bagian dalam rumah dijadikan tempat
penyimpanan barang bekas.
Berikut ini
bagian-bagian bangunan yang telah kami ukur dari mulai pintu masuk, dan bagian
bangunan samping. Rumah dinas ini memilik 8 pintu dan 9 jendela, itu pun
bangunan yang masih berdiri tegak, sedangkan bangunan yang hancur belum
diketahui ada berapa banyak pintu dan jendela yang ada. Lebar rumah tampak
depan kami ukur dari sebelah kanan terlebih dahulu yaitu 11,2 M, sedangkan dari
sebelah kiri yaitu 9 M, maka hasil dari penjumlahan ukuran tersebut berjumlah
20,2 M.
Bangunan yang lain seperti rumah tampak samping
berukuran 11 M, dari tanah hingga atas genteng berukuran 4,6 M, sedangkan
pintu-pintu yang ada berukuran 3 M dengan lebar 0,9 M, dan jendela-jendela 1,2
M. Didalam rumah sendiri terdapat beberapa ruangan yang cukup banyak yang
diduga sebagai tempat tinggal douwes dekker dan keluarganya, ruangan tersebut
tidak kami ukur karena petugas yang merawat rumah itu pun tidak ada atau bahkan
benar-benar tidak ada petugas yang merawatnya.
Sedangkan ruangan yang sebelah kiri dapat kami ukur
secara langsung karena pintu bagian belakangnya terbuka, maka kami mencoba
masuk dan megukur ruangan tersebut hingga hasil ukuran kami tersebut adalah 5,6
M yang kami duga itu adalah ruang kerja dari douwes dekker. Dan untuk ruangan
tengah yang kami duga sebagai tempat pertemuan berukuran 6,8 M, dari hasil
pengukuran kami itu, memang ada sebagian bangunan yang tidak kami ukur karena
kendala. Dimana kendala tersebut adalah adanya bangunan yang runtuh dan juga
tidak adanya petugas yang mengawasi, sehingga kami tidak dapat menyelesaikan
tugas pengukuran ini. Namun, dengan adanya hasil yang telah kami kumpulkan ini
dirasa cukup untuk menutupi kekurangan tersebut.
DAFTAR SUMBER
a.
Buku
1.
Ardianto, Tasrif,
Dokumentasi Benda Cagar Budaya Dan Kepurbakalaan Provinsi Banten,
Serang, Dinas Budaya Dan Pariwisata Provinsi Banten (2011).
2.
Moechtar, multatuli
pengarang besar, pembela rakyat kecil, pencari keadilan dan kebenaran, Jakarta,
PT. Dunia Pustaka Jaya (2005).
b.
Wawancara
1.
Ibu Sri Asiyah
(Guru SMPN 4 Rangkasbitung)
2.
Bapak Hikmat
(Pengajar)
3.
Baoak Muhammad
Sa’id (Tukang Ojeg)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar